PELANGGARAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK (Part 3)

KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI (Lanjutan)
Beriku adalah lanjutan pembahasan kasus pelanggaran etika profesi pada artikel PELANGGARAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK (Part 2), mengacu pada kasus audit pelanggaran prinsip etika yang dilakukan oleh KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono.
Pada kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa, mereka telah melakukan empat pelanggaran etika profesi. Dari delapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, penjelasannya adalah sebagai berikut :
- Tanggung jawab profesi
Seorang akuntan publik harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono kurang bertanggung jawab karena dia terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Akibat dari perbuatannya ini, tidak hanya reputasinya dan PT Easman Christensen yang rusak, namun juga reputasi rekan seprofesi. Dengan ini, maka KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono telah melanggar etika tanggung jawab profesi.
- Kepentingan Publik
Dalam kasus ini, dapat dilihat bahwa akuntan KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono tidak bekerja demi kepentingan publik karena telah terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia yang disiasati telah menerbitkan faktur palsu sebagai biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi perusahaan KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono. Karena kasus ini, negara mengalami kerugian finansial akibat dari penurunan kewajiban pajak PT Easman Christensen. Selain itu, pemangku kepentingan lain juga dirugikan atas hasil laporan yang tidak relevan, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan masing-masing pemangku kepentingan.
- Integritas
Seorang akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Akuntan KPMG-Siddharta dianggap tidak menjaga integritasnya, karena telah melakukan penyogokan aparat pajak di Indonesia. KPMG telah melakukan tindak kecurangan demi kepentingan kliennya.
- Objektifitas
Sikap objektifitas praktisi harus tetap dijaga. Untuk itu tidak boleh ada keberpihakan pada salah satu pihak. Praktisi harus bertindak sebagai wakil dari semua pemangku kepentingan, namun dalam kasus ini KPMG telah memihak kepada kliennya dan melakukan kecurangan dengan menyogok aparat pajak di Indonesia.
Dalam menjalankan pekerjaannya, seringkali memang terdapat ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip etika. Dalam beragam situasi yang ada, beberapa di antaranya dapat menimbulkan ancaman. Setiap praktisi memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menanggapi ancaman tersebut beserta pencegahannya, agar kepatuhan praktisi terhadap prinsip etika tetap terjaga. Hal ini dilakukan demi melindungi kepentingan publik. Untuk itu setiap praktisi harus mengetahui ancaman apa yang mungkin terjadi sebelum maupun saat melakukan pekerjaannya, ancaman ini kemudian harus dievaluasi, keadaan atau hubungan apa yang dapat mempengaruhi kepatuhan praktisi, dengan memperhatikan faktor-faktor kualitatif dan kuantitatif yang terkait. Setiap pencegahan yang akan dilakukan harus dipertimbangkan risikonya, apakah mampu untuk mengatasinya atau tidak. Apabila memang tidak dapat mengatasi ancaman yang terjadi, atau tidak menemukan pencegahan atas ancaman yang tepat, maka praktisi harus menolak kerjasama ini, atau mengundurkan diri.
Ancaman yang dapat terjadi ini sebenarnya bermacam-macam. Ada ancaman yang terjadi karena benturan kepentingan pribadi, hal ini dapat terjadi akibat dari kepentingan keuangan itu sendiri atau bisa juga karena hubungan khusus seperti hubungan keluarga langsung maupun keluarga dekat. Ancaman yang kedua yaitu ancaman telaah-pribadi, yaitu ancaman yang terjadi ketika pertimbangan yang diberikan sebelumnya harus dievaluasi kembali oleh praktisi yang bertanggung jawab atas pertimbangan tersebut. Ancaman yang ketiga yaitu ancaman advokasi, ancaman ini terjadi ketika praktisi menyatakan sikap atau pendapat mengenai suatu hal yang dapat mengurangi objektivitas dari praktisi tersebut. Ancaman berikutnya yaitu ancaman kedekatan, ini terjadi ketika praktisi terlalu bersimpati terhadap kepentingan pihak lain sebagai akibat dari kedekatan hubungannya. Ancaman terakhir berupa ancaman intimidasi, hal ini terjadi ketika praktisi dihalangi untuk bersikap objektif.
REFERENSI :
https://hepiprayudi.files.wordpress.com/2011/09/kode-etik-profesi-akuntan-publik.pdf
http://www.scribd.com/doc/237999169/Data-Kasus-KPMG
http://lindamaya.blogspot.co.id/2015/04/kasus-kpmg-siddharta-siddharta-harsono.html
http://sarimegaputri.blogspot.co.id/2017/10/etika-profesi-akuntansi-dan-kode-etik_17.html