STRATEGI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN TRANSFORMASI NILAI DALAM ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN (Part 1)

Pendahuluan
Menjadi penyedia layanan kesehatan yang bernilai tinggi (berkualitas) merupakan impian setiap manajemen. Untuk mencapainya, perlu melakukan perencanaan strategis yang tepat agar organisasi pelayanan kesehatan dapat berpindah ke sistem pemberian layanan kesehatan bernilai tinggi. Dalam tulisannya, Porter & Lee (2013)[1], memberikan 6 konsep agar untuk mencapai pelayanan kesehatan bernilai tinggi, uaitu;
- Organize into Integrated Practice Units (IPUs).
- Measure Outcomes and Costs for Every Patient
- Move to Bundled Payments for Care Cycles
- Integrate Care Delivery Systems
- Expand Geographic Reach
- Build an Enabling Information Technology Platform
Dari keenam konsep tersebut, menurut penulis konsep ke 3 lebih kearah pengambil kebijakan. Karena itu, dalam review dibawah ini konsep ke 3 tidak dibahas.
Review komponen system layanan kesehatan bernilai tinggi
Mengacu pada komponen sistem pemberian layanan kesehatan bernilai tinggi menurut Porter & Lee (2013), berikut adalah review & bahasan sederhana terkait hal tersebut.
1. Organize into Integrated Practice Units (IPUs).
Tujuan akhir dari perubahan nilai adalah mengubah cara dokter untuk memberikan perawatan. Hal ini terkait dengan prinsip pertama dalam menata organisasi bisnis apa pun yaitu mengelola pelanggan. Dalam pelayanan kesehatan, hal itu membutuhkan perubahan dari organisasi karena struktur pelayanan ”seolah terpisah” melalui unit-unit pelayanan. Menurut Porter & Lee, perubahan organisasi ini dapat dilakukan melalui pembentukan tim khusus yang disebut IPU (Unit praktek terpadu). Tim khusus ini terdiri dari personel klinis dan nonklinis yang mengontrol pemberian siklus perawatan penuh terkait kondisi pasien.
Dalam IPU, setiap personel akan bekerja bersama secara teratur sebagai tim untuk mencapai tujuan bersama, yaitu memaksimalkan hasil keseluruhan pasien seefisien mungkin. Tim unit praktek terpadu (IPU) ahli dalam kondisi, tahu dan percaya satu sama lain, serta berkoordinasi dengan mudah untuk meminimalkan waktu dan sumber daya yang terbuang. Dalam operasional pekerjaannya, tim ini akan sering mengadakan pertemuan, baik secara formal maupun informal, serta meninjau data mengenai kinerja mereka sendiri. Berbekal data tersebut, mereka bekerja untuk meningkatkan perawatan dengan membuat protokol baru dan merancang cara yang lebih baik atau lebih efisien untuk melibatkan pasien. Idealnya, anggota IPU ditempatkan bersama, untuk memfasilitasi komunikasi, kolaborasi, dan efisiensi bagi pasien, & tetap bekerja sebagai tim bahkan ketika berada di lokasi yang berbeda.
Pertanyaannya adalah; apakah model IPU dapat diterapkan di Indonesia? Jawabannya mungkin YA atau mungkin TIDAK. Hal ini terkait dengan kemuan manajemen pelayanan kesehatan (seperti RS) untuk mengimplementasikannya. Sebagai bahan referensi, pendekatan ini sudah diterapkan pada pasien berisiko tinggi dengan biaya tinggi melalui Patient-Centered Medical Homes. Di Geisinger Health System, di Pennsylvania misalnya, perawatan untuk pasien dengan kondisi kronis seperti diabetes dan penyakit jantung tidak hanya melibatkan dokter tetapi juga apoteker, yang memiliki tanggung jawab besar untuk mengikuti dan menyesuaikan obat-obatan. Dimasukkannya apoteker pada tim IPU telah mengurangi kemungkinan penyakit stroke, amputasi, kunjungan departemen darurat, dan rawat inap, serta menghasilkan kinerja yang lebih baik pada hasil lain yang penting bagi pasien.
2. Measure Outcomes and Costs for Every Patient
Tahap kedua dalam system pelayanan kesehatan bernilai tinggi adalah melakukan pengukuran terhadap apa yang telah dicapai. Menurut Porter & Lee (2013), sebagian besar penyedia layanan kesehatan gagal melacak hasil atau biaya dengan kondisi medis untuk masing-masing pasien. Pengukuran hasil jarang melampaui pelacakan di beberapa area, seperti kematian dan keamanan. Sebaliknya, "pengukuran kualitas" telah condong ke indikator yang paling mudah diukur dan paling tidak kontroversial. Sebagian besar metrik "kualitas" tidak mengukur kualitas.
Menurut Porter & Lee (2013), satu-satunya ukuran kualitas yang benar adalah hasil yang penting bagi pasien. Dan ketika hasil tersebut dikumpulkan dan dilaporkan kepada publik, penyedia layanan menghadapi tekanan yang besar dan dorongan yang kuat untuk meningkatkan dan mengadopsi praktik terbaik, dengan menghasilkan peningkatan hasil. Hasil harus diukur dengan kondisi medis. Hasil harus mencakup seluruh siklus perawatan untuk kondisi tersebut, dan melacak status kesehatan pasien setelah perawatan selesai. Hasil yang penting bagi pasien untuk kondisi medis tertentu dikelompokkan pada tiga tingkatan (lihat pada artikel STRATEGI TRANSFORMASI NILAI DALAM ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN (Part 3)).
Ketiadaan informasi biaya yang akurat dalam pelayanan kesehatan tidak mengherankan. Di sebagian besar organisasi hampir tidak ada informasi akurat tentang biaya siklus perawatan penuh untuk pasien dengan kondisi medis tertentu. Alokasi biaya sering tidak didasarkan pada biaya aktual, sehingga ketika penyedia layanan kesehatan mengalami tekanan yang meningkat untuk menurunkan biaya dan melaporkan hasil, sistem yang ada sepenuhnya tidak memadai. Menurut Porter & Lee (2013), metode terbaik untuk memahami biaya ini adalah time-driven activity-based costing, TDABC. Penerapan TDABC membantu penyedia menemukan banyak cara untuk secara substansial mengurangi biaya tanpa mempengaruhi hasil negatif. Penyedia layanan dapat mencapai penghematan 25% atau lebih dengan memanfaatkan peluang seperti pemanfaatan kapasitas yang lebih baik, proses yang lebih terstandardisasi, kecocokan keterampilan personel yang lebih baik, dan menempatkan perawatan dalam jenis fasilitas yang paling hemat biaya. tanpa memahami biaya perawatan yang sebenarnya untuk kondisi pasien (terutama biaya terkait dengan hasil), akan menyebabkan perbaikan proses dengan mendesain ulang perawatan, cenderung dilakukan secara sembarang. Karena itu, data biaya yang tepat sangat penting untuk mengatasi banyak hambatan yang terkait dengan proses dan sistem.
[1] Michael E. Porter & Thomas H. Lee, MD, 2013, The Strategy That Will Fix Health Care