MANAJEMEN SUPPLY CHAIN DI INDUSTRI PELAYANAN KESEHATAN

Pendahuluan
Peningkatan biaya sektor pelayanan kesehatan merupakan hal yang tidak bisa dielakkan. Eskalasi dalam biaya medis telah menjadi masalah nomor satu dalam pelayanan kesehatan. Karena itu, perlu adanya upaya manajemen dalam mengendalikan peningkatan biaya terutama beberapa item biaya besar seperti bahan. Pengendalian biaya terkait logistik dapat dilakukan dengan mengadopsi metode yang telah digunakan dalam industri lainnya seperti Supply Chain Management (SCM).
Manajemen Supply Chain sektor Kesehatan
Pengendalian biaya merupakan hal krusial bagi organisasi pelayanan kesehatan saat ini. Menurut Seetharaman dkk (2010)[1], salah satu masalah utamanya adalah manajemen supply chain yang tidak efisien dan tidak efektif. Sebagian biaya di industri pelayanan kesehatan ditimbulkan dari penerimaan, penanganan, dan distribusi produknya. Supply chain pelayanan kesehatan telah perlahan berubah dari mass ke fokus pemasaran, di mana fleksibilitas sangat penting dan fokus fasilitas harus berkonsentrasi pada satu supply chain terpadu.
Menurut Seetharaman dkk, brdasarkan survei literatur, ada beberapa sistem dalam manajemen supply chain yang menyarankan untuk mencari kesamaan yang dapat diterapkan pada industri pelayanan kesehatan. Just-In-Time (JIT) yang berhasil diterapkan terutama di berbagai industry, memiliki banyak proses bisnis serupa dengan industri pelayanan kesehatan terutama di bidang distribusi supply, pengendalian persediaan dan produksi produk. Menurut Whitson, 1997 (dalam Seetharaman dkk 2010), konsep JIT dapat diterapkan dalam lingkungan layanan dan memeriksa bagian yang dapat diterapkan di RS AS. Dengan membangun hubungan yang benar terkait bahan dan pemasok farmasi berarti pengiriman dapat dilakukan secara JIT.
Tekhnik JIT dalam manufaktur sangat berlawanan dengan pendekatan tradisional yang dipraktekkan di industri pelayanan kesehatan, yaitu memesan dan menyimpan sejumlah besar produk sekaligus. JIT berperan untuk meminimalkan biaya persediaan dengan menerima pasokan produk mentah dari vendor tepat pada waktunya saat menjalankan produksi. Pada dasarnya, JIT memproduksi persediaan yang dibutuhkan, dengan kualitas yang tepat dan dalam jumlah yang tepat, seperti yang dibutuhkan. Salah satu tujuan JIT adalah persediaan nol, tidak hanya tepat waktu tetapi cukup. Masih menurut Seetharaman dkk, dalam perawatan pasien, penyedia tidak dapat secara akurat memprediksi produk atau volume produk yang tepat dan akan dibutuhkan setiap hari. Oleh karena itu, sistem JIT harus memungkinkan limited buffer stock satu atau dua hari, dan penyedia harus menyetujui substitusi produk jika terjadi backlog produsen. Dalam arti luas, pada JIT pemasok harus mengirimkan barang-barang bebas cacat.
Sistem JIT meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan melalui fleksibilitas, kualitas dan pengurangan waktu tunggu, dengan menurunkan biaya persediaan, mengurangi basis aset dan menurunkan biaya penjualan atau layanan. Menurut Seetharaman dkk, Salah satu alasan penyedia layanan kesehatan untuk tidak menerapkan JIT adalah bahwa kapasitas produksi dan penjadwalan mereka tidak selalu dapat diprediksi. Banyak perusahaan di industri lain juga mengalami kesulitan menjadwalkan output produksi dan telah mengadaptasi beberapa teknik fleksibel untuk mencapai JIT.
Electronic Health Care Requisitioning/EHCR (Seetharaman dkk, 2010)
Penyimpangan supply chain pelayanan kesehatan lainnya adalah kurangnya adopsi teknologi seperti bar-coding dan pertukaran data elektronik. Electronic Health Care Requisitioning (EHCR), yang dilaksanakan di AS, menggabungkan visi dalam memiliki produk yang tepat di tempat yang tepat pada waktu yang tepat dengan cara yang paling efektif, untuk melayani secara efisien kebutuhan pelayanan kesehatan konsumen akhir. Creedon, 2006 (dalam Seetharaman dkk 2010), menyebutkan bahwa tujuan EHCR meliputi:
- 95% transaksi elektronik
- Keakuratan faktur 100%
- Pengurangan persediaan 80%
- 99% service levels/fill rates
- Titik penghentian produk
- Cutting material handling staffing by 50%
EHCR memasukkan tiga strategi. Pertama, pergerakan produk yang efisien, yang menghasilkan penghematan supply chain keseluruhan sebesar $ 6,7 miliar dari strategi manajemen persediaan yang bergantung pada otomatisasi. Kedua, manajemen pesanan yang efisien menyumbangkan penghematan $ 1.7 milyar melalui negosiasi kontrak dan pembelian produk yang lebih mudah. Ketiga, dengan menggunakan Electronic Data Interchange dan bar coding untuk mempercepat transaksi dan mengurangi kesalahan, $ 2,6 miliar.
[1] A. Seetharaman, John Rudolph Raj and A.S. Saravanan, 2010, The Changing Role of Accounting in the Health Care Industry