Browse By

KELEMAHAN PROSES ANGGARAN TRADISIONAL & PRINSIP PENGELOLAAN MELALUI PROSES ADAPTIF DENGAN MODEL BEYOND BUDGETING

Pendahuluan

Perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat, mengharuskan manajemen suatu organisasi bisnis untuk terus beradaptasi dengan perubahan tersebut. Salahsatu perubahan yang perlu dilalukan adalah memperbaharui ”proses anggaran”. Pada lingkungan bisnis yang selalu berubah, anggaran yang diperoleh melalui ”penganggaran tradisional” bisa menjadi ketinggalan jaman dan tidak dapat diandalkan segera setelah prosesnya selesai. Karena itu, proses anggaran tersebut harus diganti dengan proses anggaran yang lebih baik. Perubahan proses anggaran tersebut, harus mengakomodasi model manajemen alternatif yang koheren dan disesuaikan dengan era digital yang cepat, melalui Beyond budgeting.  Model Beyond budgeting memungkinkan perusahaan menjadi tangkas dan adaptif melalui perubahan radikal dalam proses dan model manajemen yang sangat berbeda. Bahkan Charles T. Horngren (Littlefield Professor of Accounting, Emeritus, Stanford University), mengatakan bahwa ”Beyond budgeting bukan sekadar gagasan negatif yang mencemari penganggaran. Sebaliknya, merupakan ide positif yang menggunakan pengabaian penganggaran sebagai pemicu untuk meningkatkan keseluruhan proses pengendalian manajemen”. Karena itu, tulisan ini akan mengangkat beberapa hal terkait penganggaran mengacu pada artikel di   https://www.groupeazur.ca/ (Beyond Budgeting: A Management Model to Succeed in the Digital Era by Jean-Louis Lalonde-CEO of AZUR Group), yaitu: What’s wrong with the traditional budgeting process?, & Introducing the Beyond Budgeting model.

What’s wrong with the traditional budgeting process?

Terlepas dari upaya terbaik mereka, banyak perusahaan saat ini masih belum siap menghadapi kompleksitas era digital yang sangat fluktuatif. Mengapa? karena proses penganggaran tahunan tradisional yang digunakan oleh sebagian besar perusahaan dirancang untuk iklim bisnis yang lebih stabil dan dapat diprediksi di masa lalu. Proses penganggaran tradisional memakan waktu lama dan mahal, serta melibatkan banyak orang, namun hanya memberikan sedikit manfaat. Faktanya, anggaran yang diperoleh melalui porses anggaran tradisional bisa menjadi ketinggalan jaman dan tidak dapat diandalkan segera setelah prosesnya selesai. Beyond budgeting menawarkan model manajemen alternatif yang koheren dan disesuaikan dengan era digital yang berubah dengan cepat saat ini. Model ini memungkinkan perusahaan menjadi tangkas dan adaptif melalui perubahan radikal dalam proses dan model manajemen yang sangat berbeda. Beyond budgeting memiliki prinsip-prinsip dasar, disertai kelebihan dan kekurangannya. Namun yang terpenting, versi hybrid dari model ini tidak terlalu drastis dan lebih realistis bagi perusahaan untuk melakukan transisi. Teknologi ini menggunakan informasi dari proses yang dioptimalkan dan diotomatisasi seperti Smart Rolling Forecast (SRF), sehingga perusahaan tetap dapat memperoleh manfaat dari memiliki data berkualitas tinggi di ujung jari mereka secara real-time.

Introducing the Beyond Budgeting model

Model Beyond budgeting bukan sekedar menghilangkan anggaran dan target atau menambahkan teknologi pintar. Hal ini melibatkan serangkaian proses manajemen yang sangat berbeda, dengan gaya kepemimpinan berbeda, yang dapat memanfaatkan kekuatan penuh dari orang-orang, sistem TI, dan alat-alat perusahaan. Hal ini melampaui gaya manajemen perintah-dan-kendali yang sudah ketinggalan zaman menjadi gaya manajemen yang lebih dinamis, berdaya, dan adaptif, serta mempercayakan karyawan dengan informasi berkualitas tinggi dan memungkinkan mereka mengambil keputusan. Menurut buku Beyond budgeting: How managers can break free from the annual performance trap yang ditulis oleh Jeremy Hope dan Robin Fraser, model Beyond budgeting didasarkan pada enam prinsip pengelolaan dengan proses adaptif:
  1. Tetapkan sasaran luas yang ditujukan untuk perbaikan relatif. Sasaran biasanya didasarkan pada tolok ukur eksternal, bukan target tetap yang ditetapkan secara internal. Daripada mencoba mengalahkan manajer lain, fokusnya beralih ke bekerja sama sebagai tim untuk memenangkan persaingan. Sasarannya luhur, namun tetap realistis, mendorong para manajer untuk melampaui batas kemampuan mereka.
  2. Mendasarkan evaluasi dan penghargaan pada kontrak perbaikan relatif dengan melihat ke belakang. Manajer termotivasi oleh tantangan dan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka daripada rasa takut kehilangan target. Penghargaan juga bersifat tim, bukan berbasis individu, sehingga menumbuhkan semangat kolaborasi.
  3. Menjadikan perencanaan aksi sebagai proses yang berkesinambungan dan inklusif. Fokusnya lebih besar pada keahlian orang-orang yang benar-benar berinteraksi dengan pelanggan, dan prosesnya berlangsung secara berkelanjutan, bukan hanya dilakukan setahun sekali.
  4. Menyediakan sumber daya sesuai kebutuhan. Manajer dapat mengakses sumber daya yang mereka perlukan saat membutuhkannya, sehingga memungkinkan mereka merespons perubahan kebutuhan sumber daya secara lebih dinamis.
  5. Mengkoordinasikan tindakan lintas perusahaan sesuai dengan permintaan pelanggan yang ada. Tim yang berfokus pada pelanggan bekerja sama untuk terus beradaptasi terhadap permintaan pelanggan yang terus berubah.
  6. Mendasarkan pengendalian pada tata kelola yang efektif & serangkaian indikator kinerja relatif. Pembagian informasi yang terbuka & transparan secara real-time berarti manajemen tingkat atas tidak perlu “memerintahkan dan mengendalikan”. Tapi hanya perlu memastikan bahwa segala sesuatunya berada pada jalurnya.
Baca Juga:  MENDESAIN ULANG PEMBERIAN PERAWATAN KHUSUSNYA PERAWATAN VIRTUAL