PRAKTEK MANAJEMEN TERSTRUKTUR

Pendahuluan
Setiap manajemen memiliki gaya dan praktek manajerial yang berbeda. Karena itu, gaya dan praktik manajemen sangat bervariasi di antara industri, organisasi bisnis, atau bahkan unit bisnis. Praktik manajemen yang hierarkis atau flat, tradisional, atau lainnya, seringkali dikaitkan dengan budaya yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.
Gaya dan praktek manajemen akan terimplementasi dalam kebijakan manajemen dalam oranisasinya. Menurut Bloom dkk (2017)[1], kebijakan manajemen dalam suatu organisasi bisnis sangat terkait dengan tingkat produktivitas, profitabilitas, inovasi, dan pertumbuhan yang lebih tinggi. Namun, yang belum dapat ditentukan oleh para peneliti sampai saat ini adalah apa perbedaan hal tersebut bagi produktivitas dan laba.
Survei terkait praktek manajemen yang lebih terstruktur
Masih menurut Bloom dkk (2017), yang mengacu pada data survei U.S. Census telah mengungkapkan variasi praktik manajemen yang mencolok bahkan di dalam organisasi bisnis yang sama. Analisis Bloom dkk terhadap data Census, dilakukan bersama Lucia Foster dan Ron Jarmin dari U.S. Census Bureau. Kesimpulannya penelitian tersebut adalah bahwa serangkaian praktik tertentu yang disebut "manajemen terstruktur" terkait erat dengan kinerja dan kesuksesan perusahaan. Misalnya, perekrutan yang konsisten, tinjauan kinerja, dan praktik insentif sama pentingnya dalam hal produktivitas dengan investasi penelitian dan pengembangan, dan dua kali lebih penting dari implementasi teknologi informasi.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pabrik yang menggunakan praktik manajemen yang lebih terstruktur memiliki produktivitas, profitabilitas, dan inovasi yang lebih besar. Dalam survey tersebut dilakukan evaluasi terhadap variasi dalam praktik manajemen lintas pabrik. Terkait dengan hal tersebut, ditemukan tiga hasil utama, yaitu;
1. Kurangnya praktik manajemen yang konsisten di seluruh pabrik
Sementara 18% pabrik telah mengadopsi tiga perempat atau lebih praktik manajemen terstruktur dasar untuk hal-hal seperti pemantauan kinerja, target, dan insentif. Namun 27% hanya mengadopsi kurang dari setengah praktik tersebut.
2. Hampir setengah dari variasi dalam praktik manajemen ini terjadi di seluruh pabrik dalam perusahaan yang sama.
Hal ini berarti bahwa di perusahaan yang memiliki banyak pabrik, ada banyak variasi dalam praktik di seluruh unit.
3. Perusahaan besar tidak mudah melakukannya.
Perbedaan manajemen akan meningkat seiring dengan ukuran perusahaan. Bisnis yang lebih besar memiliki perbedaan yang jauh lebih besar dalam praktik manajemen, karena mereka merasa lebih sulit untuk menyelaraskan sepenuhnya praktik tersebut di seluruh pabrik.
Empat "pendorong" yang mempengaruhi gaya dan substansi organisasi bisnis.
Menurut Bloom dkk (2017) ada empat "pendorong" yang dapat mempengaruhi gaya dan substansi organisasi bisnis. Hal ini meliputi product and market competition, state business environments, learning spillovers, and education.
1. Product and market competition
Persaingan yang lebih ketat secara signifikan berkorelasi dengan praktik manajemen yang lebih terstruktur. Misalkan pada saat persaingan ketat, yang diperlukan untuk bertahan hidup adalah mengatur kebijakan. Secara khusus, persaingan mendorong praktik manajemen yang lebih baik, karena terpaksa harus keluar dari pasar apabila mereka tidak dapat beradaptasi.
2. State business environments
Aturan “right-to-work” (aturan terkait lingkungan kerja di suatu negara), sering bermanfaat sebagai proksi untuk lingkungan bisnis negara, termasuk berkurangnya pengaruh serikat pekerja dan peraturan lingkungan serta keselamatan yang lebih fleksibel. Aturan ini dapat meningkatkan praktik manajemen terstruktur. Hal ini dikarenakan, aturan tersebut mempermudah perusahaan untuk mengaitkan perekrutan, pemecatan, pembayaran, dan promosi dengan kemampuan serta kinerja karyawan.
3. Learning spillovers
Kedatangan pabrik besar/multinasional akan berdampak pada manajemen, pekerjaan, dan produktivitas pabrik yang sudah ada sebelumnya di suatu daerah. Ini menyoroti pentingnya learning spillovers dalam industri yang terlokalisasi.
4. Human capital and educational resources
Praktik manajemen dan sumber daya manusia mempunyai efek signifikan, sebagai hasil dari peluang pendidikan dan kedekatan land-grant college. Hal ini dibenarkan, meskipun ada berbagai kontrol untuk variasi lokal lain dalam hal kepadatan populasi, pendapatan, serta faktor-faktor tingkat daerah dan perusahaan lainnya. Peningkatan pasokan lulusan perguruan tinggi mengarah pada praktik manajemen yang lebih terstruktur, dan dapat mengendalikan pengembangan ekonomi lokal. Ini menunjukkan hubungan langsung antara karyawan yang lebih berpendidikan dan praktik manajemen terstruktur.
[1] Nicholas Bloom, Erik Brynjolfsson, Megha Patnaik, Itay Saporta-Eksten, and John Van Reenen, 2017, The Importance of Structured Management Practices