TANTANGAN MENGELOLA SDM DI RS

Pendahuluan
Melayani pasien di IGD atau di rawat inap, mengharuskan SDM di industri pelayanan kesehatan (seperti RS) untuk selalu memprioritaskan keselamatan & kesembuhan pasiennya. Keadaan ini yang membuat industri pelayanan kesehatan berbeda dari industri lainnya. Karena pekerjaan SDM RS sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan banyak orang, profesional pelayanan kesehatan menghadapi tingkat tekanan yang tidak akan ditemukan dalam profesi lain.
Bidang medis adalah bidang yang rumit. Karena itu, Sebagai manajer SDM perlu bermitra dengan praktisi dalam meningkatkan keterlibatan karyawan, kepuasan kerja, dan kualitas perawatan yang diberikan kepada pasien. Dengan alat yang tepat, mereka dapat membantu karyawan menjadi lebih efektif dan lebih puas dalam pekerjaanya.
Empat tantangan mengelola SDM RS
Menurut Perucci (2017)[1], setidaknya ada 4 tantangan dalam mengelola SDM di industry pelayanan kesehatan (termasuk RS), yaitu; 1) staff shortages, 2) turnover rates, 3) employee burnout, & 4) training and development
- Staff Shortages
Salah satu masalah SDM dalam pelayanan kesehatan saat ini adalah perekrutan SDM. Masih mengacu pada tulisan Perucci (2017), tahun 2012, hanya 4,8 % RS di AS yang mengalami kekurangan perawat kurang lebih 10%. Pada 2016, jumlah itu melonjak menjadi 32,9%. Pada 2022, Bureau of Labor Statistics memproyeksikan bahwa akan ada total 1,2 juta lowongan untuk posisi perawat. Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap masalah ini. Pertama, ketika populasi generasi baby boomer terus bertambah usia, jumlah mereka menimbulkan beban kerja yang cukup besar bagi para profesional medis. Ini juga memengaruhi masalah dari dalam, karena perawat dari generasi tersebut mulai pensiun dan meninggalkan pekerjaan.
- Turnover Rates
Selain mengatasi kekurangan staf, RS dan klinik juga harus mempertahankan anggota staf terbaik yang sudah mereka miliki. Dengan begitu banyak pekerjaan yang terbuka bagi para profesional medis, karena staf akan mudah pergi apabila tidak bahagia atau tidak puas. Dalam enam tahun terakhir, rata-rata tingkat turnover perawat terdaftar (registered nurse/RN) di AS, telah meningkat dari 11,2 % menjadi 17,2 %. Di 2016, perputaran untuk RNs berkisar antara 8,8 % hingga 37 %. Jadi banyak organisasi yang berjuang melawan defisit yang jauh lebih besar. Terlebih lagi, peningkatan rata-rata nasional menunjukkan angka yang semakin buruk dari waktu ke waktu.
Tingkat perputaran yang tinggi ini merugikan jutaan RS. Biaya turnover perawat adalah sebanyak gaji rata-rata perawat per tahun. Saat ini, biaya RS rata-rata antara $ 5M- $ 8M setiap tahun untuk mengganti omset. Ini terjadi karena berbagai alasan, seperti para pekerja mencari lebih dari sekadar mencari gaji ketika mereka memasuki dunia kerja. Ketika mereka tidak menerima apa yang diinginkan dari pekerjaan tersebut, seperti pelatihan, kemajuan karier, atau program bermanfaat lain, maka mereka akan pergi.
Masalah terbesarnya mungkin supervisor. Seperti yang disampaikan Maureen Swick, CEO of the American Organization of Nurse Executives (AONE) “Dalam pengalaman saya, orang-orang tidak meninggalkan organisasinya, mereka meninggalkan manajer mereka. Itulah mengapa kepemimpinan dalam keperawatan sangat penting dan memiliki dampak signifikan pada retensi dan perekrutan. Manajer perawat yang efektif memastikan staf mereka merasa didukung dan dibimbing”. Pekerjaan SDM di RS dapat membantu mempertahankan perawat dengan mengatasi tuntutan perubahan tenaga kerja, membuat organisasi mereka lebih menarik bagi karyawan saat ini, dan memastikan hubungan atasan-karyawan terus berkembang.
- Employee Burnout
Masalah ini terkait dengan masalah kekurangan dan perputaran staf. Employee Burnout sebagian disebabkan oleh kekurangan staf, dan efek dari perputaran karyawan. Di samping itu, kejenuhan memiliki dampak negatif pada perawatan pasien dan keselamatan pasien. Sebagai penyedia yang mengalami kelelahan emosional, mental, dan fisik (dokter dan praktisi perawat) tidak dapat melakukan yang terbaik. Survei terbaru menemukan bahwa tingkat kejenuhan untuk perawat setinggi 70 %, sementara untuk dokter dan praktisi perawat mencapai 50 %. Statistik ini mencerminkan epidemi, akibatnya berpengaruh pada kesehatan pasien yang lebih buruk. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat kejenuhan dan peningkatan tingkat infeksi pasien.
Tingkat kepuasan yang menurun dapat menjadi jarak dan menimbulkan putusnya hubungan antara penyedia dan pasien, karena penyedia menunjukkan sikap tidak ramah, sinis, dan kurang empati. Putusnya hubungan ini membuat mereka kurang simpatik terhadap kebutuhan pasien dan membuat semua orang tidak senang dengan pengalaman tersebut. Ada beberapa faktor lain juga yang berkontribusi terhadap Employee Burnout. Di antaranya merasa kurang dihargai, kurang dimanfaatkan dan seolah-olah mereka tidak memiliki otoritas. Bagian SDM harus sadar akan dampak yang ditimbulkan oleh staf yang terlalu banyak bekerja dan kurang mendapat dukungan dalam perawatan pasien.
- Training and Development
Seperti yang disebutkan sebelumnya, karyawan di bidang medis saat ini menginginkan untuk mempelajari keterampilan baru dan mendapatkan akses ke peluang kemajuan. Memberikan keterlibatan karyawan semacam ini adalah pekerjaan penting manajemen SDM dalam industri kesehatan. Banyak perawat yang berniat untuk melanjutkan karir mereka dengan menjadi praktisi perawat atau manajer keperawatan, dengan itu mereka mengharapkan bantuan dari pemberi kerja mereka. Hal ini dapat menimbulkan biaya yang mahal, namun biaya perekrutan dan penggantian pelatihan jauh lebih tinggi. Melatih karyawan adalah investasi, dan karyawan membayarnya dengan manfaat yang lain.
[1] Darren Perucci, 2017, 4 Big Challenges Facing HR Professionals in the Healthcare Industry