PIMPONG ALA BPJS KESEHATAN

Pendahuluan
Pelayanan terbaik bagi peserta (pelanggan), seharusnya menjadi prioritas utama bagi BPJS Kesehatan. Kualitas kinerja layanan yang baik dapat menjadi jaminan bahwa peserta dapat menikmati layanan fasilitas kesehatan sesuai dengan haknya. Karena itu, untuk meningkatkan kinerjanya, BPJS Kesehatan harus mereview dan menerapkan berbagai kebijakan dan sistem yang mendukung dan mempermudah layanan peserta.
Salahsatu kebijakan BPJS Kesehatan adalah sistem rujukan berjenjang. Sistem rujukan berjenjang merupakan proses pelimpahan tugas dan tanggung jawab atas pelayanan peserta ke fasilitas kesehatan lain. Berdasarkan kebijakan BPJS, proses pengajuan rujukan berjenjang harus melalui FASKES tingkat pertama ke FASKES tingkat lanjut (RS) dengan tipe D/C. Kemudian apabila kebutuhan kesehatan pasien pada RS tipe tersebut belum tertangani, maka dapat mengajukan rujukan pada RS tipe yang lebih baik (B/A).
Fenomena Rujukan Berjenjang
Kebijakan rujukan berjenjang dari FASKES tingkat pertama ke RS, telah didukung oleh sistem rujukan online dari BPJS Kesehatan. Namun, sistem rujukan online dari RS tipe C ke tipe B belum tersedia. Karena itu, proses rujukan ini masih banyak dikeluhkan oleh peserta BPJS. Peserta merasa bahwa pelayanan rujukan pasien terkesan terbelit-belit dan menghambat proses penerimaan layanan kesehatan.
Beberapa waktu lalu, terdapat kasus seorang peserta BPJS Kesehatan saat mengurus rujukan ke RS. Hal ini berawal dari pengajuan rujukan dari Puskesmas pada Senin, 23 Setember 2019 ke RS tipe B. Namun karena sistem BPJS Kesehatan menerapkan rujukan berjenjang, maka rujukan ini ditolak. Sehingga pasien harus mengurus rujukan kembali. Pasien kemudian meminta rujukan dari RS tipe C, dan baru di rujuk ke RS tipe B pada Senin, 30 September 2019. Tetapi sesampainya di RS tipe B, rujukan pasien kembali ditolak dengan alasan informasi dalam rujukan dari RS sebelumnya kurang detail.[1]
Mengacu pada kasus di atas, praktik rujukan berjenjang memang sudah benar, tapi tidak efektif dan terkesan prosesnya seperti MEMPIMPONG PASIEN. Pertanyaannya adalah; APABILA RUJUKAN DARI PUSKESMAS KE RS TIPE C BISA MELALUI SISTEM, KENAPA RUJUKAN DARI RS TIPE C KE RS TIPE B TIDAK BISA MELALUI SISTEM? Dalam kasus tersebut, seharusnya BPJS memiliki sistem online yang mampu mengintegrasikan data rujukan pasien dari RS pertama ke RS rujukan. Sehingga peserta cukup duduk menunggu hasil keputusan rujukan dari RS tujuan. Dalam hal ini, BPJS Center pada RS pertama, cukup mengentri detail informasi dari surat rujukan dokter melalui sistem rujukan online. Dan pihak BPJS Center pada RS rujukan dapat langsung menanggapi setiap rujukan yang masuk. Serta memberikan keputusan rujukan diterima atau tidak. Apabila rujukan ditolak, maka surat pengajuan rujukan dapat segera diperbaiki atau dilengkapi. Namun apabila rujukan diterima, peserta dapat langsung menuju RS rujukan dengan surat dokter.
Apa kesalahan BPJS dalam kasus di atas?
Dalam organisasi apapun konsumen adalah prioritas, Hal itu juga harus berlaku bagi manajemen BPJS Kesehetan. Konsumen (peserta BPJS) harus menjadi prioritas layanan dan tidak hanya menjadi fokus untuk isu menaikkan premi. Apabila Manajemen BPJS Kesehatan mempunyai rasa tanggung jawab DUNIA DAN AKHIRAT, maka beberapa hal ini yang perlu ditindaklanjuti;
- Peserta prioritas utama bagi BPJS Kesehatan
Layanan kesehatan bagi peserta jaminan (baik PBI maupun mandiri) seharusnya menjadi prioritas bagi BPJS. Kasus di atas dapat menjadi salahsatu bukti bahwa memang harus ada perbaikan dalam kinerja BPJS Kesehatan. Dengan adanya BPJS Kesehatan, peserta seharusnya lebih mudah dalam mengakses layanan kesehatan. Terutama mengingat sistem rujukan BPJS Kesehatan yang sudah berbasis online.
Masih berdasarkan informasi yang kami terima dari peserta BPJS di atas[2], layanan poli di RS Rujukan bahkan hanya 2 kali dalam seminggu melayani peserta BPJS. Pendaftaran layanan bisa melalui sistem aplikasi RS dengan aturan minimal pendaftaran satu minggu sebelum tanggal periksa. Namun pada kenyataannya, keterangan pada aplikasi RS selalu tertera bahwa kuota pendaftaran untuk poli ini sudah penuh, bahkan informasi tersebut diketahui lebih dari seminggu sebelumnya. Hal ini tentunya mendorong peserta untuk mendaftar layanan poli untuk pasien umum (bayar). Dengan demikian, apa manfaat memiliki kartu BPJS apabila sulit mendapatkan layanan kesehatan. Padahal peserta BPJS juga membayar iuran bulanan. Terkait kasus ini, perlu disediakan sistem laporan dan tindak lanjut atas keluhan peserta BPJS.
- Perbaikan sistem dan kinerja
Mengacu pada kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa BPJS Kesehatan belum memiliki sistem rujukan online yang memadai. Hal ini tentunya dapat menurunkan citra kinerja BPJS Kesehatan, selain itu juga dapat menunda penerimaan layanan kesehatan bagi pasien. Padahal, perbaikan kinerja layanan BPJS Kesehatan dapat menjadi ajang marketing dari mulut ke mulut. BPJS Kesehatan tidak perlu melakukan marketing yang menghabiskan dana banyak untuk iklan di TV atau media lainnya. Dengan perbaikan layanan, secara otomatis orang-orang yang merasa puas dengan kinerja BPJS akan menjadi pemasar GRATIS. Oleh karena itu, investasi dalam perbaikan sistem merupakan hal yang sangat penting.
- Perkuat kontrol pada mitra BPJS Kesehatan
Kerjasama fasilitas kesehatan dengan BPJS seharusnya menjadi hal yang menguntungkan bagi keduanya. BPJS Kesehatan harus memastikan bahwa pesertanya tidak mengalami kendala layanan kesehatan. Untuk meningkatkan kontrol pada mitra BPJS, dibutuhkan sebuah sistem untuk menampung pengaduan dari peserta BPJS. BPJS dapat memberikan jaminan respon layanan pengaduan dalam 1x2 jam. Informasi ini tentunya dapat menjadi salahsatu dasar pengukur kualitas layanan mitra pada peserta. Sehingga apabila mitra melakukan kecenderungan untuk curang atau tidak melakukan kewajiban sebagai mitra, BPJS dapat memberikan sanksi yang sesuai.
Saran untuk manajemen BPJS Kesehatan
Sebagai manajemen BPJS Kesehatan, para direksi memiliki tanggung jawab untuk membenahi kinerjanya. Jabatan direksi yang diemban merupakan amanah. Sebagai seorang muslim, penulis mengutip sebuah hadist (HR Bukhari Muslim) untuk direnungkan;
“Setiap Kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya”.
[1] Informasi detail data peserta ada pada penulis.
[2] Informasi detail data peserta ada pada penulis.