SEBAGIAN BESAR RS DI AS MASIH MENERAPKAN MANAJEMEN SUPPLY CHAIN MANUAL

Pendahuluan
Manajemen RS dihadapkan pada beragam persediaan yang membutuhkan pengelolaan yang baik. RS dan penyedia layanan kesehatan, masih lemah dalam hal mengelola apa yang mereka butuhkan. Dalam sebuah artikel tentang Perspectives in Health Information Management 2013 (Dalam DiChiara, 2016)[1], disebutkan bahwa terdapat persediaan yang mahal dipesan secara berlebihan di RS. Alat pacu jantung, defibrillator, dan kateter banyak yang belum dimanfaatkan dengan baik di ruang operasi.
Salahsatu cara dalam mengurangi biaya terkait persediaan di RS adalah dengan mengimplementasikan management supply chain. Melalui supply chain, manajemen RS dapat fokus dalam melakukan pengurangan harga produk dan perampingan persediaan, serta menyelaraskannya dengan gambaran supply chain yang jauh lebih besar.
Management supply chance di RS Amerika Serikat
Scott Nelson, Wakil Presiden Senior dari Supply Chain Cardinal Health (dalam LaPointe, 2017)[2] menyampaikan bahwa dalam bidang seperti pelayanan kesehatan, dorongan inovasi sains dan teknologi serta sistem persediaan yang canggih adalah cara untuk meningkatkan perawatan. Saat ini, ada teknologi otomatis bagi industri layanan kesehatan, yang dapat memberikan data dan analitik supply chain. Hal ini dapat mendukung keselamatan pasien, mengurangi biaya, dan meningkatkan alur kerja.
Menurut LaPointe (2017), yang mengacu pada survei Cardinal Health and SERMO mengungkapkan bahwa banyak RS di AS yang tidak beroperasi dengan alat manajemen supply chain yang paling efisien. Hanya 17% staf RS yang melaporkan bahwa fasilitas mereka telah menerapkan solusi manajemen persediaan otomatis, sementara 78% lainnya masih menggunakan proses manual. Beberapa hasil survey terkait dengan sistem manajemen persediaan di RS, rendahnya sistem persediaan RS terkait dengan kemampuan benchmarking dan visibilitas, serta penggunaan manajemen supply chain yang ketinggalan zaman dan masih manual akan dipaparkan berikut ini.
1. RS belum menerapkan sistem manajemen persediaan
Hampir sepertiga dari 400 pemangku kepentingan RS yang disurvei menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan mereka belum menerapkan sistem manajemen persediaan baru dalam enam tahun atau lebih. Bahkan, sekitar 25 persen dari responden tidak tahu apakah sistem manajemen persediaan baru pernah diinstal.
2. Sistem manajemen persediaan di RS mereka masih rendah dalam hal kemampuan benchmarking dan visibilitasny
Responden dalam survei menilai bahwa sistem manajemen persediaan pada RS mereka masih rendah dalam hal kemampuan benchmarking dan visibilitasnya terhadap persediaan. Oleh karena itu, banyak RS yang mempertimbangkan untuk meningkatkan alat manajemen supply chain layanan kesehatan mereka.
3. Proses manajemen supply chain yang digunakan di RS sudah ketinggalan zaman dan masih manual, sehingga dapat mengurangi pemberian perawatan.
Dokter menyatakan bahwa mereka menghabiskan rata-rata 17% dari minggu kerja mereka untuk mengelola masalah persediaan. Hal ini terjadi karena RS masih menerapkan manajemen supply chain manual dan sudah ketinggalan jaman. Sekitar 65% dokter berharap mereka dapat menggunakan waktu tersebut untuk lebih banyak melakukan perawatan pasien. Proses manajemen supply chain yang sudah ketinggalan zaman dan masih manual dapat mengurangi pemberian perawatan.