RASIO KEUANGAN DALAM MELAKUKAN ANALISIS KEKUATAN & KELEMAHAN ORGANISASI BISNIS (Part 3)

Berikut adalah lanjutan dari pembahasan artikel RASIO KEUANGAN DALAM MELAKUKAN ANALISIS KEKUATAN & KELEMAHAN ORGANISASI BISNIS (Part 2), terkait kategori rasio keuangan, mengacu pada pendapat Lan (2012)[1],
Solvency Ratios (Lanjutan)
3. Debt-to-equity ratio
Rasio utang terhadap ekuitas mengukur jumlah modal utang yang digunakan organisasi dibandingkan dengan jumlah modal ekuitas yang digunakannya. Rasio 1,00x menunjukkan bahwa organisasi menggunakan jumlah utang yang sama dengan ekuitas. Hal ini berarti bahwa kreditor memiliki klaim atas semua aset. Sebagai contoh, total hutang yang digunakan dalam pembilang termasuk hutang jangka pendek dan jangka panjang berbunga. Rasio ini juga dapat dihitung hanya dengan menggunakan hutang jangka panjang sebagai pembilang.
4. Interest coverage ratio
Rasio ini mengukur arus kas suatu organisasi bisnis yang dihasilkan dibandingkan dengan pembayaran bunganya. Rasio ini dapat dihitung dengan membagi EBIT (laba sebelum bunga dan pajak) dengan pembayaran bunga. Semakin tinggi angka rasio ini, maka semakin sedikit peluang organisasi untuk gagal dalam memenuhi kewajiban pembayaran utangnya. Angka yang tinggi berarti bahwa organisasi menghasilkan pendapatan yang kuat dibandingkan dengan kewajiban bunganya.
Profitability Ratios
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang paling banyak digunakan dalam analisis investasi. Rasio-rasio ini mencakup rasio margin, seperti margin kotor, operasional, dan laba bersih. Rasio ini mengukur kemampuan suatu organisasi bisnis dalam mendapatkan pengembalian yang memadai. Saat menganalisis margin, selalu bandingkan dengan industri dan pesaing terdekat.
Margin antar industri akan bervariasi. Organisasi bisnis yang beroperasi di industri di mana produknya sebagian besar merupakan komoditas (produk yang mudah direplikasi oleh perusahaan lain) biasanya akan memiliki margin rendah. Industri yang menawarkan produk unik umumnya memiliki margin tinggi. Selain itu, organisasi dapat memiliki keunggulan kompetitif utama yang mengarah pada peningkatan margin.
1. Gross profit margin
Margin laba kotor merupakan pendapatan kotor (pendapatan dikurangi harga pokok penjualan) dibagi dengan pendapatan bersih. Rasio ini mencerminkan keputusan penetapan harga dan biaya produk. Marjin kotor sebesar 50% menunjukkan bahwa 50% pendapatan yang dihasilkan oleh organisasi digunakan untuk membiayai harga pokok penjualan.
Bagi sebagian besar organisasi bisnis, marjin laba kotor akan berkurang karena persaingan meningkat. Apabila suatu organisasi memiliki margin laba kotor yang lebih tinggi daripada industri sejenis lainnya, maka ia kemungkinan memiliki keunggulan kompetitif dalam kualitas, persepsi atau merek, yang memungkinkannya untuk membebankan biaya lebih banyak dalam produk-produknya. Sebagai alternatif, organisasi juga dapat memiliki keunggulan kompetitif dalam biaya produk karena teknik produksi yang efisien atau skala ekonomis. Apabila organisasi tersebut merupakan penggerak pertama dan memiliki margin yang cukup tinggi, maka pesaing akan mencari cara untuk memasuki pasar, yang biasanya mendorong margin ke bawah.
2. Operating profit margin
Margin laba operasi dihitung dengan membagi pendapatan operasional (pendapatan kotor dikurangi biaya operasi) dengan pendapatan bersih. Operating margin akan meneliti hubungan antara penjualan dan biaya yang dikendalikan manajemen. Meningkatnya margin operasi pada umumnya dipandang sebagai pertanda baik, tetapi investor seharusnya hanya mencari margin operasi yang kuat dan konsisten.
3. Net profit margin
Margin laba bersih membandingkan laba bersih suatu organisasi bisnis dengan pendapatan bersihnya. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih dengan pendapatan bersih. Rasio ini mengukur kemampuan organisasi untuk mencairkan penjualan menjadi pendapatan bagi pemegang saham.
4. ROA dan ROE
Dua rasio profitabilitas lainnya yang juga banyak digunakan adalah ROA (return on assets) dan ROE (return on equity). Pengembalian aset dihitung sebagai laba bersih dibagi dengan total aset. Hal ini untuk mengukur seberapa efisien suatu organisasi dalam menggunakan asetnya. Rasio yang tinggi berarti bahwa organisasi dapat menghasilkan pendapatan secara efisien dengan menggunakan asetnya. Beberapa analis menghitung pengembalian aset dari pendapatan sebelum pajak dan sebelum bunga (EBIT) dibagi dengan total aset.
Pengembalian aset untuk mengukur laba bersih, merupakan ukuran pengembalian kepada pemegang saham terhadap total aset, yang dapat dibiayai dengan utang dan ekuitas. Laba atas ekuitas mengukur laba bersih dikurangi dividen terhadap total ekuitas pemegang saham. Rasio ini mengukur tingkat pendapatan yang dikaitkan dengan pemegang saham terhadap investasi yang dimasukkan pemegang saham ke dalam organisasi. Hal ini memperhitungkan jumlah utang, atau leverage keuangan yang digunakan. Leverage keuangan memperbesar dampak pendapatan terhadap ROE.
[1] Joe Lan, 2012, 16 Financial Ratios for Analyzing a Company’s Strengths and Weaknesses