MENGGUNAKAN PRINSIP DYNAMIC WORK DESAIN DALAM MEMPERBAIKI ALUR PASIEN DI RS
Pendahuluan
Setiap kesalahan dalam alur pasien, walau tampaknya tidak penting (seperti penundaan transfer pasien lebih dari 15 menit), dapat berakibat pada turunnya kualitas layanan RS secara keseluruhan. Karena itu, hal Ini harus segera diperbaiki sehingga layanan yang diberikan RS menjadi lebih baik. Model perubahan alur pasien yang dapat digunakan adalah mengacu pada prinsip Dynamic Work Design (DWD). Konsep ini digunakan untuk mendesain alur kerja (dapat juga digunakan untuk mendesain alur pasien) dan telah sukses di banyak industri lain. Penggunaan prinsip DWD di RS, dapat meningkatkan aliran proses dan kesembuhan, yang mengarah ke hasil yang lebih baik bagi pasien, dengan biaya sistem yang lebih rendah.
Memahami DWD
Menurut Madden (2018)[1], “Work design” dalam DWD berfokus pada perancangan pekerjaan yang memperhitungkan keterampilan dan kemampuan pelaksana tugas. Seringnya, work design didasarkan pada karyawan ideal, yang dalam praktiknya karyawan semacam itu jarang ada. Oleh karena itu, work design berupaya menciptakan karya yang mengenali kekuatan dan kelemahan karyawan, serta menciptakan dasar untuk mengembangkan pekerjaan yang akan melibatkan dan memuaskan mereka yang diberi tugas. Masih menurut tulisan Madden (2018), secara khusus work design berusaha untuk memenuhi tiga kriteria utama:
- Memahami hasil. Orang yang melakukan pekerjaan harus memahami alasan mengapa mereka diberikan tugas tersebut dan dapat menggunakan berbagai keterampilan dalam pelaksanaannya,
- Memungkinkan kontrol individu. Orang akan merasa tugas mereka lebih menarik ketika mendapatkan setidaknya beberapa masukan atau kontrol atas bagaimana hal tersebut dilakukan,
- Membangun umpan balik yang cepat. Menerima umpan balik yang teratur dan cepat dalam suatu pekerjaan dapat membuat orang termotivasi.
Penggunaan prinsip DWD di RS
Seperti halnya beberapa metodologi perbaikan proses (misalnya Lean Processes dan Six Sigma), DWD menghasilkan solusi khusus, mengujinya, dan melakukan pemantauan lanjutan. Namun, tujuan spesifik DWD tidak hanya untuk melakukan perbaikan, tetapi juga untuk membuat pekerjaan lebih menarik dan bermanfaat bagi orang-orang yang melakukannya.
Mengacu pada tulisan Somlo dkk (2018)[2], proses yang dirancang menggunakan DWD dicirikan oleh empat prinsip ini:
- Continuously reconcile activity and intent.
Hal ini dilakukan dengan mempermudah orang untuk mengetahui alasan mengapa mereka melakukan hal tersebut, dan memahami bagaimana kegiatan tersebut mempengaruhi hasil yang diberikan. Penelitian Somlo dkk (2018) menunjukkan bagaimana masalah aliran pasien mengarah pada hasil yang lebih buruk.
- Connect the human chain.
Menghubungkan rantai manusia, mengacu pada implementasi komunikasi melalui tatap muka dalam alur kerja. Interaksi antar SDM sangat efektif untuk mentransfer informasi yang kompleks.
- Leverage structured problem-solving.
Dalam mengatasi “pemecahan masalah terstruktur”, dalam tulisan Somlo dkk(2018) selanjutnya dipaparkan mengenai bagaimana mendidik pekerja untuk mengetahui mengenai cara menilai kesalahan dan ketidakefisienan dengan menggunakan metode klarifikasi Structured Problem-Solving (SPS), alat lembar kerja dengan sub-bagian yang mengatur identifikasi masalah proses dan klarifikasi solusi. Pengalaman dengan SPS dapat memungkinkan orang melakukan pekerjaan di semua tingkatan untuk mengenali dan menerjemahkan masalah ke dalam perubahan yang dapat ditindaklanjuti. Misalnya, ketika anggota tim berpendapat bahwa penundaan terjadi karena tidak ada cukup tempat tidur ICU, maka manajemen dapat memandu mereka melalui analisis berbasis data dengan menggunakan data historis.
- Manage challenge optimally.
“Manajemen tantangan yang optimal" di tempat kerja terjadi ketika tingkat stres dikendalikan namun tidak berlebihan. Setiap pemimpin subkelompok diberi hanya tiga tugas untuk fokus. Jika ada tugas (tindakan) dalam stu kelompok yang tertinggal, maka item tindakannya dengan cepat diprioritaskan kembali untuk mengatasi item berdampak paling tinggi.