IMPLEMENTASI BOS: PENTINGNYA “PROSES YANG ADIL”
Pendahuluan
Proses yang adil merupakan hal penting dalam membentuk sikap dan perilaku seseorang. Komitmen, kepercayaan, dan kerja sama sukarela bukan sekadar sikap atau perilaku, melainkan merupakan modal intangible bagi organisasi bisnis. Kepercayaan SDM pada organisasinya akan menimbulkan sebuah keyakinan yang tinggi, sehingga akan tercipta komitmen. Pada kondisi ini, SDM bahkan bersedia meminggirkan kepentingan pribadi demi kepentingan organisasinya. Tulisan ini akan memaparkan tentang pentingna proses yang adil dalam strategi samudera biru. Tulisan ini tetap mengacu pada buku Renée Mauborgne & W. Chan Kim (2005) berjudul, Blue Ocean Strategy(BOS).
Proses yang Adil dan Strategi Samudra Biru
Komitmen, kepercayaan, dan kerja sama sukarela bukan sekadar sikap atau perilaku, melainkan merupakan suatu modal intangible (tidak berwujud secara fisik). Ketika orang memiliki kepercayaan, maka mereka akan memiliki keyakinan tinggi terhadap niatan dan tindakan sesama mereka. Ketika mereka memiliki komitmen, mereka bahkan bersedia meminggirkan kepentingan pribadi demi kepentingan perusahaan.
Jika anda menanyai perusahaan mana pun yang telah berhasil menciptakan dan mengeksekusi strategi samudra biru, manajer akan cepat mengoceh betapa pentingnya modal intangible ini bagi keberhasilan mereka. Sebaliknya, manajer dari perusahaan yang gagal mengeksekusi strategi samudra biru akan menyalahkan kurangnya modal ini atas kegagalan mereka. Perusahaan-perusahaan ini tidak mampu menggerakkan perusahaan strategis karena mereka tidak mendapatkan kepercayaan dan komitmen dari orang-orang. Komitmen, kepercayaan, dan kerja sama sukarela memungkinkan perusahaan untuk menonjol dalam hal kecepatan, kualitas, konsistensi eksekusi mereka dan dalam menerapkan perubahan strategis dengan biaya rendah.
Pertanyaan yang sering diajukan oleh perusahaan adalah bagaimana cara menciptakan kepercayaan, komitmen, dan kerja sama dalam organisasi?. Kita tidak bisa melakukannya dengan memisahkan perumusan strategis dari eksekusi. Meskipun pemisahan ini bisa jadi merupakan ciri utama dari praktik kebanyakan perusahaan, namun hal ini juga merupakan ciri dari penerapan yang lambat dan meragukan, yang hanya akan menghasilkan proses mekanis. Tentu saja, intensif tradisional berupa kekuasaan dan uang (ganjaran dan sanksi) dapat membantu. Tetapi, insentif-insentif seperti ini tidak akan bisa mengilhami perilaku manusia yang bertindak melampaui kepentingan pribadi yang berorientasikan hasil semata. Ketika perilaku tidak bisa dimonitor dengan pasti, akan ada ruang luas untuk sabotase dan kerja malas-malasan.
Penerapan proses yang adil mengatasi dilema ini. Dengan mengorganisasi proses perumusan strategi berdasarkan prinsip proses yang adil, Anda bisa mengintegrasikan eksekusi ke dalam perumusan strategi sedari awal. Dengan proses yang adil, orang cenderung berkomitmen untuk mendukung strategi yang dihasilkan, sekalipun ketika strategi itu dipandang tidak mengenakkan atau berbeda dengan pandangan mereka mengenai strategi apa yang pantas bagi unitnya. Orang menyadari bahwa kompromi dan pengorbanan diperlukan dalam membangun sebuah perusahaan yang kuat. Mereka menerima perlunya mengorbankan kepentingan pribadi jangka pendek, untuk mensukseskan kepentingan jangka panjang perusahaan. Akan tetapi, penerimaan ini tegantung pada apakah terdapat proses yang adil. Apa pun konteks dimana strategi samudra biru dieksekusi (apakah itu dalam kerja sama dengan mitra perusahaan patungan untuk mensubkontrakkan pabrikan komponen, mereorientasikan tenaga wiraniaga, mengubah proses pabrikan, atau merelokasikan pusat layanan informasi/call center), kita harus terus-menerus mengamati dinamika yang berjalan ini.