MENGKRITISI KINERJA DIREKSI BPJS KESEHATAN

Pendahuluan
BPJS Kesehatan merupakan bukti dari kepedulian dan campur tangan negara dalam mencapai kesejahteraan kesehatan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa BPJS Kesehatan memang sangat membantu pembiayaan kesehatan peserta. Perlu diketahui bahwa BPJS Kesehatan dibentuk dengan konsep yang sangat mulia. Konsep ini disebut dengan konsep gotong royong. Artinya, peserta yang tidak sakit memberikan sumbangan pembiayaan pada peserta yang sakit. Hal ini tentunya akan sangat membantu, terutama bagi pasien yang membutuhkan perawatan secara kontinu.
Tujuan mulia yang melekat pada BPJS Kesehatan sering disalahartikan sebagai kinerja. Seperti pada tulisan Deny Siregar dalam situs tagar.id (2/9/19), mengatakan bahwa temannya sangat bersyukur karena orangtuanya mendapatkan pelayanan cuci darah dengan biaya gratis. Padahal butuh uang ratusan juta untuk melakukan cuci darah secara rutin. Dengan hadirnya BPJS Kesehatan, temannya hanya menghabiskan uang 60 ribu untuk biaya fotocopi dokumen. Perlu diketahui bahwa hal tersebut merupakakn konsep pembiayaan BPJS Kesehatan. Namun bukan berarti mencerminkan kinerja BPJS Kesehatan secara keseluruhan. Dengan kata lain, kejadian tersebut memang akan terjadi dengan adanya BPJS Kesehatan. Sedangkan kinerja BPJS Kesehatan perlu dilihat dari beberapa aspek, baik dari prespektif keuangan maupun non keuangan.
Pada tulisan ini, penulis akan membahas mengenai kinerja BPJS Kesehatan berserta para direksinya. Tulisan ini bukan ditujukan untuk menyudutkan, namun merupakan masukan agar manajemen BPJS Kesehatan memberikan kinerja terbaiknya bagi peserta.
Kinerja BPJS Kesehatan dan direksinya
Peserta BPJS Kesehatan seringkali salah dalam membedakan kinerja pelayanan fasilitas kesehatan (FASKES, seperti Puskesmas, dokter pribadi, RS), dengan kinerja BPJS. Kinerja FASKES bukan berarti mencerminkan kinerja BPJS. Pengukuran kinerja BPJS Kesehatan telah diatur dalam Peraturan Dewan Jaminan Sosial Nasional Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Umum Penetapan Dan Penilaian Indikator Pencapaian Kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pada pasal 1 ayat 3, disebutkan bahwa;
“Sistem Penetapan dan Penilaian Kinerja adalah sistem penetapan dan penilaian Indikator Pencapaian Kinerja (IPK), baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan Direksi, baik terhadap tingkat kesehatan keuangan maupun indikator pencapain kinerja yang merupakan ukuran keuangan dan non keuangan dalam rangka kelancaran operasi BPJS secara efektif dan efisien, serta sustainability untuk memenuhi harapan Pemangku Kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai BPJS”
Pada peraturan ini, detail indikator penilaian kinerja BPJS Kesehatan disampaikan pada bagian lampiran. Namun, dalam lampiran ternyata indikator penetapan dan penilaian kinerja BPJS Kesehatan dikelompokkan berdasarkan perspektif pelanggan, keuangan, proses internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Namun tidak terdapat indikator untuk penilaian kinerja direksi secara detail per bidang direksi. Pada lampiran tersebut hanya disampaikan indikator kinerja direksi/SDM BPJS Kesehatan secara global. Sehingga sulit untuk menilai kinerja masing-masing direksi sesuai bidangnya. Belum lagi permasalahan siapa/lembaga mana yang mengukur kinerja BPJS Kesehatan yang tidak disebutkan.
Menurut penulis, penetapan detail indikator penilaian kinerja direksi sangat penting. Apabila tidak ada indikator yang jelas, maka semua orang juga dapat menjadi direksi dengan memenuhi persyaratan tertentu.
Gaji dan manfaat tambahan lainnya
Pada pasal pasal 4 ayat 1 PERPRES RI Nomor 110 Tahun 2013 Tentang Gaji Atau Upah Dan Manfaat Tambahan Lainnya Serta Insentif Bagi Anggota Dewan Pengawas Dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, disebutkan bahwa penghasilan anggota dewan pengawas dan anggota direksi terdiri atas gaji atau upah, dan manfaat tambahan lainnya. Manfaat tambahan lainnya yang dimaksud adalah insentif dan berbagai tunjangan lain. Hal ini diatur lebih lanjut pada PMK RI Nomor 112/PMK.02/2019 Tentang Manfaat Tambahan Lainnya Dan Insentif Bagi Anggota Dewan Pengawas Dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Mengacu pada unggahan pada situs cnnindonesia.com (14/8/19) tentang gaji dan bonus direksi, kebijakan PMK RI Nomor 112/PMK.02/2019 merupakan perubahan atas PMK no 34/PMK.02/2015. Pada PMK terbaru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambah tunjangan cuti tahunan bagi anggota dewan pengawas dan dewan direksi dengan nilai satu kali dan paling banyak dua kali dari nilai gaji dan upah. Perlu diketahui bahwa jumlah tunjangan tersebut naik dua kali lipat dibandingkan dengan yang diatur dalam PMK sebelumnya (PMK no 34/PMK.02/2015). Namun ternyata, Kemenkeu mengungkap bahwa telah menolak usulan perubahan tunjangan lainnya yang sebelumnya BPJS sampaikan. Antara lain seperti kenaikan THR keagamaan, tunjangan cuti tahunan, tunjangan cuti besar, dan tunjangan perumahan, serta peningkatan tunjangan komunikasi, fasilitas kesehatan, dan fasilitas olahraga.
Pada situs tersebut, disampaikan bahwa Kemenkeu menjelaskan apabila dana tunjangan tersebut diambilkan dari dana operasional, bukan dari APBN. Sebagai pengamat, kebijakan ini tetap menimbulkan pertanyaan besar. Mengingat kondisi kesehatan keuangan BPJS Kesehatan yang sedang memburuk, adanya tambahan tunjangan untuk direksi dinilai kurang tepat. Ditambah kinerja direksi dan dewan pengawas BPJS tampak minim prestasi. Oleh karena itu, dalam kebijakan ini performa manajemen sangat dipertanyakan. Selain itu jumlah direksi BPJS Kesehatan saat ini tergolong lebih dari cukup. Semakin banyak direksi, maka akan semakin banyak dana yang harus dikeluarkan untuk pemberian gaji dan insentif.
Sebagai tambahan, berdasarkan UU RI Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada pasal 23, disebutkan bahwa jumlah direksi BPJS terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional. Namun saat ini, pada situs bpjs-kesehatan.go.id, disebutkan bahwa jumlah direksi BPJS Kesehatan saat ini berjumlah 8 direksi. Meliputi; 1) Direktur utama; 2) Direktur Perencanaan, Pengembangan dan Manajemen Risiko; 3) Direktur Kepatuhan, Hukum, dan Hubungan Antar Lembaga; 4) Direktur Keuangan dan Investasi; 5) Direktur Teknologi dan Informasi; 6) Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta; 7) Direktur SDM dan Umum; 8) Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan.
Saran terkait kinerja BPJS Kesehatan & direksinya
Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka menurut penulis mengungkapkan beberapa hal yang perlu ditinjau kembali terkait kinerja BPJS Kesehatan direksinya, antara lain meliputi;
- Detail indikator kinerja direksi BPJS Kesehatan
Dalam Peraturan Dewan Jaminan Sosial Nasional Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Umum Penetapan Dan Penilaian Indikator Pencapaian Kinerja BPJS, hanya disampaikan indikator penilaian kinerja pada beberapa aspek yang dijabarkan secara global. Padahal, kinerja direksi merupakan bagian penting yang harus benar-benar dievaluasi. Menurut penulis, pemerintah perlu menambahkan indikator penilaian kinerja direksi secara detail. Sehingga terdapat standar pengukuran kinerja yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini penting agar dapat menilai dengan lebih bijak tentang direksi yang berhasil ataupun gagal.
- Pengukur kinerja BPJS & direksinya
Dengan adanya indikator yang jelas dan detail terkait kinerja BPJS dan direksinya, maka akan mempermudah dalam pengambilan keputusan terkait evaluasi kinerja. Yang perlu dipikirkan adalah, siapa pihak yang berhak untuk menilai kinerja BPJS dan direksinya ? Karena itu, pemerintah harus menentukan pihak yang mampu dan dipercaya dapat bekerja secara independen dalam hal ini. Sehingga tidak akan terjadi konflik kepentingan maupun subjektifitas dalam penilaian kinerja tersebut.
- Pertimbangan jumlah direksi BPJS Kesehatan
Jumlah direksi BPJS Kesehatan saat ini adalah 8 orang. Menurut penulis, jumlah tersebut cukup banyak. Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengurangi jumlah direksi BPJS Kesehatan, mengingat jumlah gaji dan insentif yang dikeluarkan untuk direksi tergolong besar. Akan lebih baik apabila SDM yang ditambah adalah SDM pada struktur menengah ke bawah. Tujuannya, SDM ini dapat diefektifkan untuk melakukan pengawasan dan evaluasi pada praktik BPJS Kesehatan di FASKES. Seperti dalam menganalisis klaim, mereview layanan fasilitas kesehatan pada peserta, dll.
- Hubungkan kinerja direksi dengan pemberian insentif
Menurut penulis, perlu ada standar dan dasar dalam pemberian insentif pada direksi BPJS Kesehatan. Indikator kinerja direksi merupakan salahsatu aspek yang harus jadi pertimbangan utama dalam menentukan insentif. Misalnya, seandainya kinerjanya buruk maka insentif yang diberikan akan kecil atau bahkan tidak diberikan. Selain itu, kinerja direksi juga dapat menjadi pertimbangan masa jabatan direksi BPJS Kesehatan.