BERBAGAI TANTANGAN DALAM MEMPERBAIKI ALUR PASIEN DI RS (Part 2)
Pekerjaan awal tim dalam memperbaiki alur pasien
Pada tulisan Somlo dkk (2018)[1], selanjutnya dipaparkan mengenai usaha tim yang telah dibentuk dalam memperbaiki alur pasien. Tim mempertimbangkan data aliran dasar, dan memahami ketidakefisienan yang berkaitan dengan bidang-bidang khusus mereka, serta belajar bagaimana hal ini mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Tim mempelajari hasil penelitian awal yang memvisualisasikan dan mempelajari proses dasar yang relevan mengenai arah dan waktu aliran pasien serta arus informasi. Penelitian tersebut mengambil sample representatif dari 78 pasien selama 10 hari dan secara informal mewawancarai staf serta pengajar untuk membuat peta literal mengenai bagaimana aliran pasien dan informasi yang biasanya mengalir.
Masih mengacu pada tulisan Somlo dkk (2018), kemudian berbagai solusi dikerahkan dan dipantau oleh tim untuk keberhasilan menggunakan titik akhir yang telah ditentukan. Tim tersebut mengadakan pertemuan rutin di mana semua pihak berdiskusi dan bertukar pikiran. Perhatian khusus diambil untuk menghindari orang-orang yang terlalu banyak membebani, dan kepemimpinan diserahkan kepada kelompok-kelompok kecil yang diberdayakan untuk mengelola solusi yang baru dipekerjakan.
Hasil kerja tim dalam proses perbaikan alur pasien
Dalam tulisan Somlo dkk (2018), selanjutnya dipaparkan mengenai hasil rancangan solusi yang relatif sederhana dari tim untuk mempercepat alur pasien. Sebagai contoh, usaha di seluruh RS telah dilakukan untuk penggantian pasien pada jam 11:00 pagi. Kemudian tim merekomendasikan untuk mengeluarkan pasien pada pukul 9 pagi dan waktu pulang (tahap kedua) ditentukan pada pukul 18:00. Hal ini pada gilirannya akan menciptakan kapasitas untuk mentransfer pasien dari ICU di malam hari dan mengurangi penundaan di ICU sebelum operasi keesokan harinya.
Analisis data retrospektif mengidentifikasi titik kritis di mana biaya RS (dan mungkin hasil pasien) dipengaruhi secara negatif oleh peningkatan volume kasus. Secara khusus, ketika volume ruang operasio melebihi 22 kasus per minggu, biaya per kasus meningkat 20% di atas garis dasar. Keterlambatan dalam transfer akan semakin meningkat, ketika waktu transfer rata-rata melebihi 23 menit dengan lebih dari 22 kasus per minggu, dan biaya meningkat sebesar 27%. Titik kritis ini menunjukkan bahwa ada volume kasus optimal untuk pengaturan layanan dan perawatan, dan ada ketidakefisiensian skala yang jelas untuk meningkatkan volume di atas tingkat itu.
Masih mengacu pada tulisan Somlo dkk (2018), untuk mengatasi hal tersebut kemudian dibuat kriteria daftar masuk dan pergantian oleh ruang operasi, laboratorium kateterisasi, ICU, dan ruangan. Hal ini memungkinkan praktisi perawat dan asisten dokter untuk mengeluarkan pasien tanpa menunggu persetujuan dokter, sehingga mengurangi kemungkinan penahanan pasien yang tidak perlu saat menunggu dokter datang. Solusi lain mengatasi masalah dalam arus informasi terkait dengan ketersediaan tempat tidur. Meskipun pertemuan ketersediaan tempat tidur diadakan setiap hari pukul 9.30 pagi, & operasi dimulai pada pukul 7:30 pagi, seringkali tidak ada informasi mengenai ketersediaan tempat tidur untuk hari itu. Karena itu, dilakukan perubahan jadwal untuk pertemuan menjadi pukul 05:30. Hal ini memungkinkan pengeluaran dan transfer dapat dimulai lebih awal dan dengan demikian membuka tempat tidur lebih cepat. Selain itu, jika permintaan tempat tidur jauh melebihi suplai, prosedur dapat dijadwal ulang.
Setelah staf telah dilatih mengenai kebijakan baru yang dilakukan tim, kemudian Somlo dkk (2018), melakukan penelitian prospektif dengan mempelajari 539 pasien untuk menentukan dampak dari perubahan ini pada penundaan, hasil, dan biaya. Hasilnya adalah, dengan tidak ada perubahan signifikan dalam volume prosedural, 16% lebih sedikit pasien yang ditunda lebih dari 15 menit, dan waktu yang diperlukan untuk mentransfer pasien dari ruang operasi ke ICU turun dari median 19 menit menjadi median 15 menit.
Usaha tim menunjukkan hasil yang baik. Selain manfaat yang telah disebutkan sebelumnya, sistem beroperasi dengan jauh lebih sedikit “kekacauan”, dan RS mengalami lebih sedikit pembatasan dalam kemampuan mereka untuk memberikan pelayanan bagi pasien. Tidak ada lagi debat mengenai pasien mana yang mendapatkan tempat tidur. Bahkan, kemungkinan bahwa pasien akan mengalami penundaan menurun hampir 50%. Lama tinggal di ICU turun 19%.
[1] Diane R. M. Somlo, Nelson P. Repenning, PhD & Abeel A. Mangi, 2018, Improving Patient Flow with Dynamic Work Design