MANAJEMEN PROSES DALAM ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN (Part 1)
Pendahuluan
Proses manajemen merupakan cara sistematis dalam mengelola suatu pekerjaan. Kebutuhan akan pentingnya proses manajemen sangat dirasakan oleh semua organisasi bisnis. Organisasi pelayanan kesehatanpun, saat ini mulai muncil kesadaran akan kebutuhan adanya sistem manajemen dan sistem proses yang lebih baik.
Realita manajemen proses dalam organisasi pelayanan kesehatan
Menurut Toussaint (2016)[1], manajemen yang efektif dalam organisasi pelayanan kesegatan adalah menyerahkan kontrol kepada pekerja frontline (dokter, perawat, teknisi, dan lain-lain) sehingga mereka dapat mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah itu sendiri pada waktu riil. Hal ini berarti bahwa setelah melakukan identifikasi masalah, maka segera akan dapat memperbaikinya & tidak harus menunggu analis berlama-lama dari komite top-down.
Masih mengacu pada pendapat Toussaint, realitanya masih banyak pemimpin eksekutif organisasi pelayanan kesehatan yang masih menggunakan metode manajemen lama, yang masih berfokus pada "management objectives" pada hampir semua biaya. Sebagai krtik terhadap konsep management objectives, Toussaint mengungkapkan bahwa pendekatan W. Edwards Deming mengenai " management by process”, lebih baik, di mana kompetensi manajerial dan sistem akan mengatur perilaku. Hal ini berarti mendesain ulang pemberian layanan sehingga langkah-langkah yang tidak memiliki nilai untuk pasien dihilangkan dan masukan dari pekerja frontline tidak hanya didengar, namun benar-benar digunakan setiap hari.
Hilangkan Langkah-Langkah Yang Tidak Menambah Nilai
Hal ini dikemukakan Toussaint (2016), berdasarkan pengalamannya sebagai CEO ThedaCare. Untuk mengevaluasi berbagai langkah yang tidak menambah nilai ThedaCare membentuk tim yang berisi 10 orang (melibatkan perawat, ahli kebidanan, dan pasien) yang dengan saksama mempelajari waktu sejak bayi lahir dan kunjungan dokter rawat jalan pertama kali. Ketika tim tersebut melakukan diskusi mengenau proses pemberian suntikan intramuskular pada bayi setelah kelahiran, anggota tim mengatakan bahwa meskipun dia menghargai ketersediaan perawat untuk menyuntikkan obat, dia tidak melihat nilai pada waktu yang dihabiskan perawat untuk mendapatkan suntikan. Oleh karena itu, tim mengatur agar lockboxes yang mengandung obat dipasang di tempat tidur ibu (tetapi tidak untuk beberapa obat, seperti narkotika). Perubahan signifikan ini memungkinkan perawat untuk menghabiskan rata-rata sekitar satu jam ekstra di tempat tidur pasien per shift.
Selain itu, unit rawat inap ThedaCare kini dilengkapi dengan “server perawat” di samping tempat tidur, di mana sebagian besar persediaan dapat diisi ulang setiap 12 jam sehingga perawat tidak perlu berkeliaran mencari barang yang mereka butuhkan. Perubahan ini telah meningkatkan produktivitas perawat hingga 20% di beberapa unit. Jenis penyesuaian proses, untuk menghilangkan langkah-langkah yang tidak memiliki nilai bagi pasien, meningkatkan kualitas perawatan, menurunkan biaya, dan meningkatkan staf serta kepuasan pasien.
Batasi Jumlah Strategi dan Metrik
Menurut Toussaint (2016), para pemimpin senior orgnisasi pelayanan kesehatan sering membuat serangkaian strategi dan metrik yang membingungkan pekerja frontline. Toussaint mencontohkan seperti yang terjadi di sistem pelayanan kesehatan di North Carolina yang memiliki 242 inisiatif strategis. Walaupun inisiatif strategi sangat penting (menurut pimpinan), namun ketika para dokter dan perawat mencoba untuk memenuhi tujuan dari begitu banyak inisiatif, mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk menyelesaikan masalah nyata dan memperbaiki proses yang secara langsung mempengaruhi pasien. Mengurangi daftar strategi itu penting agar mudah dikelola, seperti 3 hingga 5, lebih memungkinkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
[1] John S. Toussaint, MD,, 2016, How Health Care Systems Can Effectively Manage Process