MISINFORMASI BERUJUNG KEKECEWAAN PASIEN

Cerita layanan RS
Pada tgl 30 maret 2020, seorang pasien pergi ke suatu RS untuk konsultasi dengan spesialis anastesi. Walaupun jarang ada poli anastesi, namun berdasarkan informasi dari website, RS tersebut membuka poliklinik dr spesialis anastesi yang praktek jam 10 sd 12 WIB. Berikut adalah hasil tangkapan layar berdasarkan web RS tersebut tanggal 30 maret 2020.

Sebelum ke bagian pendaftaran, pasien ke bagian informasi dan menanyakan tentang poli spesialis anastesi. Bagian informasi kemudian mengkonfirmasi ke unit lain, dan kemudian memberikan menyerahkan kertas data diri pasien (karena pasien baru pertama kali ke RS tersebut) untuk diisi. Setelah itu, pasien mendapatkan karcis antrian, untuk antri di bagian pendaftaran. Antrian tidak banyak (tidak samapi 1 menit), kemudian no antrian pasien dipanggil petugas pendaftaran. Saat mendapatkan layanan di pendaftaran, petugas pendaftaran menyatakan bahwa dr spesialis anastesi baru di hubungi. Karena itu pasien diminta menunggu.
Mendapatkan keadaan tersebut, pasien agak jengkel dan meminta petugas pendaftaran untuk memperjelas apakah poli anastesi ada atau tidak. Namun, petugas tersebut bahkan menyuruh pasien langsung datang ke unit/ruang tertentu untuk menanyakan kejelasan ke perawat. Tapi, pasien tidak mau dan tetap menunggu informasi dari bagian pendaftaran. Akhirnya, setelah menunggu sekitar 10 menit, bagian pendaftaran menginformasikan bahwa dr anastesi tidak bisa melayani dan harus lewat perjanjian. Sambil marah-marah, pasien kemudian meminta bagian pendaftaran untuk menghapus informasi tentang poli spesialis anastesi di web RS tersebut. Petugas bagian pendaftaran meminta maaf, dan mengiyakan bahwa ia akan memberitahukan ke bagian humas terkait jadwal praktek poli spesialis anastesi di web RS-nya untuk di koreksi.
Pembelajaran apa yang bisa diambil dari cerita diatas?
Berdasarkan cerita diatas, terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan pembelajaran yang baik untuk menjadi bahan koreksi manajemen RS;
- Miskomunikasi antara unit informasi & pendaftaran
Mengelola RS ibarat memandu orchestra, dimana melibatkan banyak pihak didalamnya. Berbagai pihak dalam suatu orchestra harus seiring sejalan dengan dirigent yang mengatur pembagian suara alat musik, agar suarunya terdengar merdu. Hal ini berlaku bagi manajemen RS. Setiap unit dalam RS harus menganggap unit-nya satu kesatuan dengan unit lainnya dalam menangani pasien. Pelayanan terbaik yang diberikan satu unit, akan hilang apabila unit lainnya melakukan pelayanan yang tidak memuaskan pasien.
Mengacu pada cerita diatas, sangat mencolok sekali miskomunikasi antar bagian di RS tersebut, yang melibatkan bagian humas, informasi, & pendaftaran. Seharusnya di bagian informasi, pasien mendapatkan kejelasan terkait layanan poli anastesi yang tertera di web RS. Sehingga, pasien tidak perlu mengisi data diri dan antri di pendaftaran apabila poli anastesi harus melalui perjanjian. Miskomunikasi yang terjadi di RS seperti ini seharusnya dihindari, sehinga dapat mengurangi ketidakpusasan pasien, yang dapat berakibat pada turunnya jumlah pasien secara signifikan.
- Tidak efektifnya fungsi web sebagai alat marketing
Era digital saat ini sangat mungkin untuk menjadi website sebagai salahsatu alat marketing RS. Namun, informasi yang tercantum di web seharusnya telah melalui uji validitas dan telah mendapatkan pengesahan manajemen untuk di update. Hal ini untuk menghindari kejadian seperti dalam kasus diatas yang berujung pada kekecewaan pasien.
Manajemen RS harus menyadari bahwa pasien saat ini (terutama yang non BPJS), banyak mempunyai pilihan untuk mendapatkan layanan RS. Kekecewaan & ketidakpuasan pasien terhadap layanan RS akan mengakibatkan dampak yang signifikan. Karena itu, manajemen RS perlu memikirkan kembali proses update informasi yang akan ditampilkan ke web-nya, sehingga tidak menimbulkan kekecewaan pasien.
- Hubungan antar unit yang tidak saling berhubungan
Mengacu pada erita diatas, saat mendapatkan informasi dari bagian pendaftaran bahwa poli spesialis anestesi harus melalui perjanjian (tidak seperti yang tercantum di web RS tersebut), pasien menyarankan kepada staf pendaftaran untuk merevisi informasi dalam web. Sambil minta maaf, petugas tersebut mengatakan bahwa akan memberitahukan hal ini kepada bagian humas.
Besoknya (tanggal 31 maret 2020), pasien kembali mengecek informasi di web RS tersebut. Ternyata, informasi di web masih sama dan tidak ada perbaikan. Dalam hati pasien tersebut bingung dengan kondisi tersebut. Sebuah pertanyaan muncul; apakah antar unit di RS tersebut terkoordinasi atau tidak? Padahal, kejadian ini harusnya menjadi bahan evaluasi manajemen RS, agar tidak ada pasien yang mengalami misinformasi lagi. Karena, website harusnya dapat dijadikan alat pemasaran dan perlu di update secara berkala. Seandainya ada kekeliruan harusnya segera diperbaiki.