Analisis Dampak Revaluasi Aktiva Tetap Terhadap Sisi Perekonomian & Sisi Perpajakan Wajib Pajak (Part 3)

Berikut adalah lanjutan dari artikel Analisis Dampak Revaluasi Aktiva Tetap Terhadap Sisi Perekonomian & Sisi Perpajakan Wajib Pajak (Part 1 & 2)
Praktek dalam revaluasi aktiva tetap
b. Perbandingan pajak penghasilan
Apabila dibandingkan dengan laba rugi setelah revaluasi aktiva tetap, maka beban pajak penghasilan yang harus dibayar oleh perusahaan akan turun. Berikut adalah tampilan dari laporan laba rugi perusahaan setelah dilakukan revaluasi.
Dari data laporan laba rugi tersebut, diketahui terdapat kredit pajak sebesar Rp 21.148.035. Pajak penghasilan Rp 21.481.551. Dengan laba bersih sebesar Rp 92.716.532. Maka beban pajak yang harus dibayar perusahaan adalah Rp. 333.536. Nilai tersebut diperoleh dari pengurangan pajak penghasilan dengan kredit pajak, yaitu Rp 21.481.551 – Rp 21.148.035.
Sesuai kebijakan revaluasi aktiva tetap menurut PMK NOMOR 79/PMK.03/2008, maka PT. Sanggar Elegance Indah dikenakan pajak final sebesar 10 % atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap yang dilakukan. Berikut adalah perhitungannya :
Selisih Lebih Akibat Revaluasi Rp. 91.267.478
Kredit Pajak Rp. 21.148.035
Surplus Revaluasi Rp. 70.119.443
Pajak Final 10% Rp. 7.011.944
Kesimpulan
Berikut adalah tabel perbandingan jumlah besarnya beban pajak yang ditanggung perusahaan apabila tidak melakukan revaluasi dan apabila melakukan revaluasi :
Dari data perbandingan beban pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa, besarnya jumlah pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan ketika melakukan revaluasi lebih besar dari pada ketika perusahaan tidak melakukan revaluasi. Hal ini disebabkan oleh adanya pajak final sebesar 10% atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap yang menyebabkan jumlah beban pajak penghasilan yang harus dibayarkan menjadi lebih besar. Selain itu, pajak final yang muncul akibat revaluasi aktiva tetap cukup besar yaitu Rp 7.011.944. Dengan hal ini, maka terdapat perbedaan besaran beban pajak penghasilan sebelum dan sesudah revaluasi senilai Rp
5.464.949 (Rp 333.516 + Rp 7.011.944 – Rp 1.880.511). Sehingga, kesimpulan yang dapat diambil adalah, tindakan revaluasi aktiva tetap yang dilakukan oleh perusahaan ini tidak dapat meminimalkan jumlah beban pajak penghasilan yang harus dibayarkan perusahaan.
Alasan yang dapat menyebabkan tindak revaluasi ini tidak mampu memberikan penghematan pajak adalah karena perusahaan hanya menerapkan kebijakan revaluasi parsial. Dan dalam revaluasi tersebut, terdapat selisih revaluasi yang nilainya cukup besar, yaitu pada aktiva tetap tanah. Seperti yang diketahui, revaluasi aktiva tetap sangat berdampak pada laba perusahaan dan beban pajak terutang yang harus dibayar. Dan meningkatnya nilai buku akan berpengaruh pada besarnya biaya penyusutan. Namun dalam hal ini, tanah merupakan jenis aktiva tetap yang tidak dapat disusutkan, sehingga apabila melakukan revaluasi pada aktiva tanah, tidak akan menimbulkan dampak penghematan pajak bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan tanah tidak memiliki beban penyusutan. Sedangkan dalam kasus ini, nilai revaluasi tanah cukup besar, maka berakibat pada bertambahnya selisih revaluasi dan pajak pengenaannya.
Menanggapi hal ini, sebaiknya perusahaan lebih mempertimbangkan kembali pengaruh dan dampak baik buruk dari revaluasi aktiva tetap yang akan dilakukan. Baik dari segi perekonomian maupun perpajakan perusahaan. Selain itu juga tidak perlu melakukan revaluasi pada aktiva tetap tanah. Tindak revaluasi pada aktiva tanah hanya akan membebani perusahaan pada saat pengenaan pajak final atas selisih revaluasi. Hal ini disebabkan tingginya nilai aktiva tetap tanah pada saat revaluasi dan sifatnya yang tidak dapat disusutkan. Kecuali apabila aktiva tetap yang direvaluasi adalah aktiva tetap pada tanah pertambangan, maka hal tersebut diperbolehkan.
Sumber;
PMK NOMOR 79/PMK.03/2008
http://openjournal.unpam.ac.id
https://www.thesmartogre.com/2016/07/dampak-revaluasi-aktiva-tetap-terhadap_6.html