Browse By

MENGELOLA SUPPLY CHAIN RS DENGAN CARA LEBIH BAIK (Part 2)

Artikel berikut adalah lanjutan dari artikel yang berjudul MENGELOLA SUPPLY CHAIN RS DENGAN CARA LEBIH BAIK (Part 1) mengenai pendapat praktisi & pakar tentang identifikasi pengelolaan supply chain RS mengacu pada tulisan Lopez (2017)[1],

Jon Slangerup (President and CEO, American Global Logistics)

 

Menurut Slangerup (dalam Lopez, 2017), karena sifatnya yang sensitif, supply chain pelayanan kesehatan merupakan sistem pelayanan yang paling kritis dan paling sering dikritik semua orang. Selanjutnya Slangerup menbahkan bahwa ”pengalaman saya dalam pelayanan kesehatan terbatas, tetapi saya tahu satu atau dua hal bagaimana membuat pengalaman pelanggan yang positif, dan layanan pelayanan kesehatan memiliki cara untuk menghindari hal ini”.

Mengubah layanan kesehatan bukanlah hal yang mudah. Ada banyak bagian yang terlibat dalam sistem regulator pemerintah, penyedia asuransi, RS dan klinik yang sangat rumit dan terlembagakan, apotek, serta infrastruktur fisik dan digital lainnya. Komponen “berteknologi tinggi dan sentuhan tinggi” ini sangat penting bagi upaya yang dilakukan di sebagian besar supply chain untuk mengoptimalkan layanan dan pemenuhan barang, dan sama pentingnya untuk pelayanan kesehatan. Perbedaan utama di sini adalah bahwa pelayanan kesehatan berkaitan dengan orang-orang yang berhak dan mengharapkan perawatan yang sangat khusus.

Menanggap mengenai pemicu utama dan peluang untuk meningkatkan pengalaman pelanggan pelayanan kesehatan,  Slangerup (dalam Lopez, 2017), berpendapat bahwa harus dimulai dengan pilihan dan diakhiri dengan kualitas perawatan yang di antaranya adalah berbagai keputusan dan titik penyerahan yang mencirikan rantai nilai pelayanan  kesehatan. Keadaan ini didukung karena saat ini adalah era di mana informasi dan komunikasi sangat instan. Internet memungkinkan semakin banyaknya pilihan pelayanan kesehatan, seperti pemenuhan resep obat secara online.

Baca Juga:  DAMPAK KESALAHAN AKUNTANSI PERSEDIAAN TERHADAP LAPORAN KEUANGAN

Pada akhir pernyataannya, Slangerup (dalam Lopez, 2017) mengatakan bahwa teknologi akan sangat baik bagi yang membutuhkan perawatan melalui akses informasi instan, pemrosesan pasien yang lebih cepat, pemulihan pasca perawatan yang dipersonalisasi, dan pengingat proaktif tentang janji dan persyaratan perawatan di masa mendatang. Namun, bagaimana hal ini akhirnya meningkatkan pengalaman pasien tergantung pada bagaimana orang diperlakukan, merupakan proposisi nilai inti dari semuanya.

Tania Seary (Tania Seary, Founding Chairman, Procurious)

Pelayanan kesehatan bukanlah keahlian saya, tetapi untungnya saya memiliki beberapa pakar kesehatan di jaringan saya, jadi saya menghubungi satu atau dua teman untuk mendapatkan informasi mengenai ini (Seary, dalam Lopez, 2017). Secara tradisional pelayanan kesehatan adalah area yang kurang matang dibandingkan supply chain yang lebih maju lainnya seperti FMCG, IT atau otomotif yang biasanya lebih memiliki banyak fokus biaya. Misalnya dengan inventaris, Pharma masih menyimpan inventaris yang sangat tinggi dengan DIO 6 bulan lebih saat yang lain mengukur dalam beberapa hari. Terkadang, stok menjadi bertahun-tahun dan nilai tinggi dari beberapa produk dapat mempengaruhi arus kas. Konservatisme berarti banyak perusahaan tidak seambisi dalam model outsourcing mereka untuk logistik yang mempertahankan fasilitas pergudangan mereka sendiri.

Masih mengacu pada pendapat Seary (dalam Lopez, 2017), sama dengan supply chain yang rumit dan terpecah-pecah. Dalam banyak kasus ada beberapa handoff sebelum produk sampai pasien, hal ini menambah kompleksitas dan biaya serta mencegah manajemen supply chain end-to-end. Digital memiliki peran kunci untuk dimainkan dalam penyederhanaan ini dan ketika supply chain mulai terkonsolidasi, akan mulai berubah dengan cepat karena distributor/apotek menjadi tidak berguna.

[1] Edwin Lopez, 2017, How can healthcare supply chains improve? Experts weigh in.

Baca Juga:  SUPPLY CHAIN DI ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN