PELANGGARAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK (Part 2)
Pengertian & Prinsip Etika Profesi (Lanjutan)
Berikut adalah lanjutan dari pembahasan mengenai prinsip etika menurut kode etik proofersi akuntan publik dalam artikel sebelumnya pada PELANGGARAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK (Part 1)
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Artinya adalah setiap praktisi diharuskan untuk dapat memelihara pengetahuan, kehati-hatian, kompetensi, ketekunan dan keahlian profesionalnya yang dibutuhkan dalam menjamin manfaat dari pemberian jasa profesional yang kompeten serta sesuai dengan peryaratan penugasan. Dalam pemeliharaan kompetensi yang dimiliki setiap praktisi, maka dibutuhkan pemahaman yang berkelanjutan terhadap teknis dan perkembangan bisnis.
6. Kerahasiaan
Prinsip ini sifatnya berkelanjutan, artinya, prinsip ini harus diterapkan meskipun hubungan kerja dengan klien sudah berakhir, setiap praktisi tetap tidak boleh mengungkap informasi bersifat rahasia yang diperolehnya. Informasi yang bersifat rahasia boleh diungkapkan dalam situasi tertentu, misalkan pengungkapan untuk keperluan bukti pada sidang pengadilan atau dalam situasi saat pengungkapan informasi tersebut diperbolehkan oleh hukum dan disetujui oleh klien. Namun, sebelum melakukan pengungkapan, pertimbangkan dahulu beberapa hal seperti pihak yang mungkin mendapat kerugian, jenis pengungkapan yang dilakukan dan ketepatan waktu serta jenis komunikasi yang diharapkan dan pihak yang dituju.
7. Perilaku profesional
Hal ini mewajibkan setiap praktisi untuk selalu mematuhi ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, dan menjauhi tindakan yang dapat merusak reputasi diri sendiri maupun profesi, seperti membuat pernyataanyang berlebihan mengenai jasa yang diberikan, kualifikasi yang dimiliki atau pengalaman yang telah diperoleh, selain itu juga dilarang membuat pernyataan yang tidak didukung oleh bukti yang relevan.
8. Standar teknis
Setiap jasa profesional yang dilakukan, harus sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahlian dan kehati-hatian, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari pemberi kerja selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI
Terkait dengan kasus, mengacu pada kasus audit pelanggaran prinsip etika yang dilakukan oleh KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono.
Gambaran umum kasusnya sebagai berikut :
Pada September 2001, Securities Exchange Commision (SEC) mengumumkan bahwa KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono melakukan aksi suap terhadap aparat pajak Indonesia dalam rangka membantu kliennya PT Easman Christensen. PT Easman Christensen merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnnya dimiliki oleh Baker Hughes Incorporated (BHI), perusahaan tambang yang berada di Texas, Amerika Serikat. Berdasarkan informasi, penyuapan ini dilakukan berdasarkan atas perintah dari BHI. Hal ini mengakibatkannya terlibat dalam kasus hukum karena terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Untuk menyiasatinya, maka diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen. Hal ini membuat kewajiban pajak perusahaan ini menurun drastis. Yang semula US$ 3,2 juta hanya menjadi US$ 270 ribu. Karena khawatir terhadap apa yang dilakukan anak perusahaannya bersama auditor, maka Penasihat Anti Suap Baker memilih melaporkan kasus ini dan memecat eksekutifnya daripada menanggung risiko yang lebih besar.
Atas hal ini, Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi untuk perusahaan Amerika di luar negeri. Ini mengakibatkan Baker dan KPMG hampir terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker melakukan permohonan maaf, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. Keduanya, KPMG dan Baker selamat dari jeratan kasus hukum.
Pembahasan kasus:
Mengacu pada kasus di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa masih ada praktisi yang bertindak curang demi keuntungan pribadi maupun klien tanpa mempertimbangkan dan menghiraukan risiko yang ada. Perilaku ini tidak melindungi kepentingan publik, karena tidak dilandasi kejujuran, hasilnya pasti tidak bisa dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan yang benar. Setiap pemberian jasa profesional, praktisi harus selalu mengacu pada kode etik akuntan publik. Seorang praktisi harus berlaku sebagai wakil dari pengguna kepentingan publik. Untuk itu, tidak boleh ada penyelewengan selama kerjasama jasa profesional dilakukan. Tingkat kewajaran laporan yang diberikan harus berdasarkan pertimbangan dan bukti-bukti data yang valid. Laporan yang tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, tidak hanya mempengaruhi reputasi praktisi dan perusahaan terkait, namun juga reputasi profesi. Oleh karena itu, setiap praktisi harus memiliki pengetahuan atau pemahaman berkelanjutan, keahlian teknis, profesionalitas, mental serta karakter yang jujur dan independen.
REFERENSI :
https://hepiprayudi.files.wordpress.com/2011/09/kode-etik-profesi-akuntan-publik.pdf
http://www.scribd.com/doc/237999169/Data-Kasus-KPMG
http://lindamaya.blogspot.co.id/2015/04/kasus-kpmg-siddharta-siddharta-harsono.html
http://sarimegaputri.blogspot.co.id/2017/10/etika-profesi-akuntansi-dan-kode-etik_17.html