Browse By

PENGALAMAN MELAKUKAN EKSEKUSI STRATEGI DENGAN PRINSIP ”E” (2)

Pendahuluan

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya dengan judul ”Pengalaman melakukan eksekusi strategi dengan prinsip E”. Tulisan ini akan melanjutkan pemaparan terkait pengalaman eksekusi strategi di 2 pabrik, & tetap mengacu pada buku Renée Mauborgne & W. Chan Kim (2005) berjudul, Blue Ocean Strategy(BOS).

Pengalaman eksekusi strategi di pabrik sistem elevator (Lanjutan)

Dengan rencana induk sudah di tangan, manajemen dengan cepat merombak pabrik. Ketika pegawai menanyakan apa tujuan dari rencana baru ini, jawabannya adalah “peningkatan efisiensi.” Para manajer tidak memiliki waktu untuk menjelaskan kenapa efisiensi harus ditingkatkan & mereka tidak ingin membuat para pegawai cemas. Tetapi, karena kurang memiliki pemahaman intelektual soal apa yang sedang terjadi kepada mereka, sejumlah pegawai mulai merasa muak ketika mereka datang bekerja.

Manajer juga abai untuk memperjelas apa yang diharapkan dari pegawai dengan proses pabrikan baru ini. Manajer menginformasikan kepada pegawai bahwa mereka tidak akan lagi dinilai berdasarkan kerja individual, melainkan berdasarkan kinerja sel. Manajer mengatakan bahwa pegawai yang lebih cepat atau berpengalaman harus memberi toleransi bagi kolegana yang lebih lambat & kurang berpengalaman. Tetapi, manajer tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana cara kerja sistem seluler baru ini.

Pelanggaran dalam prinsip-prinsip proses yang adil menghancurkan kepercayaan pegawai terhadap perubahan strategis & terhadap manajemen. Sebenarnya, ranca-ngan seluler baru ini menawarkan manfaat luar biasa kepada pegawai misalnya, membuat haru libur menjadi lebih gampang dijadwalkan dan memberi pegawai kesempatan untuk memperluas keahlian mereka, sehingga terlibat dalam kerja yang lebih beragam. Akan tetapi, pegawai hanya bisa melihat sisi negatif dari sistem baru tersebut. Mereka mulai melampiaskan ketakutan & kemarahan mereka satu sama lain. Perkelahian meledak di pabrik ketika pegawai menolak membantu orang orang yang mereka sebut “orang-orang malas yang tidak bisa menyelesaikan pekerjaan mereka” atau ketika pegawai menafsirkan tawaran bantuan sebagai niatan ikut campur. Sehingga yang ditawari bantuan itu akan menjawab “ini pekerjaanku. & kau urusi saja pos pekerjaanmu.”

Baca Juga:  PENGANGGARAN DENGAN TRANSFORMASI DIGITAL (PART 2)

Tenaga kerja Chester yang tadinya menjadi teladan kini mulai hancur. Untuk kali pertama dalam karir manajer pabrik, pegawai menolak apa yang diperintahkan kepada mereka. Mereka menolak tugas meskipun akan dipecat. Mereka merasa tidak lagi bisa mempercayai manajer pabrik yang tadinya populer, sehingga mulai mengajukan keluhan langsung kepada atasan sang manajer di kantor pusat. Dengan tidak adanya proses yang adil, pegawai pabrik Chester menolak perubahan dan menolak memainkan peranan dalam mengeksekusi strategi baru. Sebaliknya, manajemen di pabrik High Plant mematuhi ketiga proses prinsip yang adil ketika memperkenalkan perubahan strategis. Ketika konsultan datang ke pabrik, manajer pabrik memerkenalkan mereka kepada semua pegawai. Manajemen melibatkan pegawai dengan menggelar serangkaian rapat yang melibatkan seluruh pabrik, dimana eksekutif perusahaan secara terbuka membahas kondisi bisnis yang turun dan perlunya perusahaan mengadakan perubahan strategi demi menjauh dari kompetisi dan secara bersamaan mencapai nilai yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah. Eksekutif perusahaan menjelaskan mereka telah mengunjungi pabrik-pabrik perusahaan lain dan telah menyaksikan peningkatan produktivitas yang dihasilkan oleh pabrikan seluler. Mereka menjelaskan bahwa pabrikan seluler ini akan menjadi faktor penting yang menentukan kemampuan perusahaan untuk mencapai strategi barunya. Mereka mengumumkan kebijakan proaction-time untuk meredakan kekhawatiran pegawai akan terjadinya pemecatan. Ketika ukuran-ukuran kinerja lama dihapuskan, manajer bekerja sama dengan pegawai untuk mengembangkan ukuran baru dan menggariskan tanggung jawab baru bagi setiap sel tim. Tujuan dan ekspektasi dibuat jelas bagi pegawai.

Dengan menerapkan ketiga prinsip proses yang adil secara bersamaan, manajemen mendapatkan pemahaman dan dukungan dari pegawai High Park. Pegawai membicarakan manajer pabrikan mereka dengan rasa kagum dan mereka bersimpati terhadap kesulitan yang dialami manajer Elco dalam mengeksekusi strategi baru dan dalam membuat perubahan menuju pabrikan seluler. Pegawai menyimpulkan bahwa perubahan itu adalah pengalaman yang perlu, pantas, dan positif.

Baca Juga:  PENDAPAT PARA AHLI TENTANG CARA MEMOTIVASI KARYAWAN (Part 1)

Manajer Elco masih mengangap pengalaman ini sebagai salah satu dari pengalaman paling menyakitkan dari karier mereka. Mereka belajar bahwa orang-orang lini depan sama pedulinya dengan proses yang tepat sebagaimana pucuk pimpinan. Dengan melanggar proses yang adil dalam membuat dan menggulirkan strategi, manajer kemungkinan mengubah pegawai terbaik mereka menjadi yang terburuk, dan menuai ketidakpercayaan serta perlawanan terhadap strategi yang tadinya manajer andalkan akan dieksekusi oleh pegawai tersebut. Tetapi, jika manajer menerapkan proses yang adil, pegawai terburuk bisa berubah menjadi yang terbaik dan bisa mengeksekusi bahkan perubahan strategis sulit sekalipun dengan kesediaan sukarela mereka, ditambah manajer juga akan mampu membangun kepercayaan pegawai.