Browse By

”TELEHEALTH FRAUD”

Pendahuluan

Perkembangan layanan kesehatan secara virtual terus meningkat, apalagi setelah terjadinya pandemi COVID-19. Penggunaan platform virtual & teknologi digital semakin meningkat (antara pasien dengan dokter atau RS), karena turunnya volume pasien non-COVID secara drastis. Tetapi, diperlukan penataan ulang model pemberian layanan tersebut. Karena, sistem kesehatan tidak hanya RS & dokter, tetapi juga terkait dengan perusahaan farmasi, pembayar, & pihak lainnya. Berbagai pihak terkait tersebut perlu untuk menyepakati model layanan dengan platform digital, mulai dari proses pembayaran atas layanan, ketersediaan obat, dll.

Peningkatan layanan kesehatan virtual seperti dijelaskan sebelumnya, harus ditindaklanjuti dengan sistem yang baik. Karena, menurut laporan di AS oleh Legal Reader, menyatakan bahwa   tindak fraud pada telehealth tampaknya meningkat, seiring dengan lebih banyaknya pasien yang memilih untuk melakukan janji temu virtual dengan dokter mereka melalui teknologi audio dan video (Drees, 2019)[1].

Fraud pada telehealth

Menurut Drees(20190), terdapat lima hal yang perlu diketahui tentang fraud pada telehealth, yaitu:

  1. Banyak negara bagian di AS memiliki undang-undang dan peraturan sendiri untuk layanan telehealth, sehingga pasien Medicare atau Medicaid harus memeriksa apakah asuransi negara mereka dapat mengganti biaya untuk transaksi telemedicine.
  2. Fraud pada Telehealth awalnya dimulai dengan pengkodean dan penagihan layanan yang tidak tepat. Hal ini tumbuh melalui praktik seperti klaim dari penyedia institusional yang tidak memenuhi syarat atau tidak terdaftar serta klaim dari sarana komunikasi yang tidak dapat diterima.
  3. Transaksi Telehealth rentan terhadap tindakan suap. Hal ini dapat terlihat di AS, dimana pemerintah federal AS menuntut 24 terdakwa, termasuk eksekutif dari perusahaan telehealth dan pemilik perusahaan peralatan medis, atas dugaan partisipasi mereka dalam skema fraud pada telehealth senilai $ 1,2 miliar.
  4. Menurut laporan, dokter adalah korban paling umum dari skema kesehatan telehealth. Nama dan akun dokter dapat digunakan untuk mengumpulkan pembayaran dari perusahaan asuransi untuk pasien yang belum mengunjungi klinik secara langsung.
Baca Juga:  PERLUNYA UPAYA SEMUA PIHAK (DALAM SKALA NASIONAL MAUPUN GLOBAL) DALAM MENGAHADAPI PANDEMI

5. Tingkat pergantian pasien yang cepat setiap hari, kesulitan berkomunikasi dengan manajemen klinik dan masalah komunikasi pasien, merupakan beberapa tanda yang dapat diwaspadai oleh dokter untuk menghindari menjadi korban skema telehealth.

[1] Jackie Drees, 2019, 5 things to know about telehealth fraud