Browse By

BOS: MELAKUKAN EKSEKUSI STRATEGI DENGAN PRINSIP ”E”

Pendahuluan

Saat melaksankan eksekusi strategi, sangat penting untuk menciptakan proses yang adil. Penerapan tiga elemen yang saling menguatkan dan mencirikan proses yang adil (prinsip E), akan membuat proses eksekusi strategi menjadi lebih baik. Tulisan ini akan memaparkan tentang pengalaman dalam mengeksekusi strategi dengan menerapkan ketiga prinsip E dari proses yang adil. Tulisan ini tetap mengacu pada buku Renée Mauborgne & W. Chan Kim (2005) berjudul, Blue Ocean Strategy(BOS).

Pengalaman eksekusi strategi di pabrik sistem elevator

Bagaimana ketiga prinsip E dari porses yang adil ini mempengaruhi pengeksekusian strategi dalam organisasi? Mari kita lihat pengalaman sebuah pabrikan sistem elevator yang kita sebut elco. Pada akhir 1980-an, penjualan dalam industri elevator menurun. Berlebihnya ruang kantor membuat sejumlah kota besar di AS mengalami tingkat hunian (vacancy rate) yang kosong  sebesar 20%. Dengan menurunnya permintaan domestik, Elco bertekad memberikan lompatan nilai kepada pembeli dengan menurunkan biaya demi merangsang permintaan baru & menjauh dari kompetisi. Dalam pencariannya menciptakan & mengeksekusi BOS, perusahaan menyadari bahwa mereka perlu mengganti sistem pabrik-tumpukan (batch-manufacturing system) dengan pendekatan seluler yang memungkinkan tim mandiri meraih kinerja prima. Tim manajemen setuju & siap melaksanakannya. Untuk mengeksekusi elemen kunci strategi ini, tim tersebut mengadopsi cara yang terlihat paling cepat dan cerdas untuk melangkah maju.

Tim pertama akan memasang sistem baru itu pada pabrik Elco, Chester, dan kemudian lanjut ke pabrik keduanya, High Park. Logikanya sederhana. Pabrik Chester memiliki relasi pegawai yang sangat baik, sedemikian baiknya hingga para pekerja harus membubarkan serikat buruhnya. Manajemen yakin bisa mendapatkan kerja sama dari pegawai untuk mengeksekusi perusahaan strategis dalam pabrikan. Karena, menurut perusahaan, pabrik ini berisi tenaga kerja ideal. Setelah itu, Elco akan melanjutkan proses tersebut kepada pabriknya di High Park, dimana serikat yang kuat diperkirakan akan menentang perubahan itu. Manajemen berharap bisa mendapatkan persetujuan dari Chester yang bisa berfungsi sebagai momentum bagi eksekusi yang lebih berhasil di High Park.

Baca Juga:  MENGELOLA ”SUPPLY CHAIN ” RS DENGAN CARA LEBIH BAIK.

Teori ini bagus. Akan tetapi, dalam praktik, keadaan tidak seperti yang diduga. Diperkenalkannya proses pabrik baru di pabrik Chester dengan cepat menghasilkan kekacauan & pembangkangan. Dalam beberapa bulan, baik biaya maupun kinerja kualitas menurun drastis. Pegawai mulai membicarakan kemungkinan menghidupkan kembali serikat pekerja. Setelah kehilangan kendali, manajer pabrik yang putus asa meminta bantuan kepada psikolog industri Elco. Sebaliknya, pabrik High Park, terlepas dari reputasinya yang suka menentang, menerima perubahan strategis dalam proses pabrikan. Setiap hari, manajer High Park menunggu terjadinya penentangan yang sudah diantisipasi, tapi penentangan itu tidak pernah terjadi. Bahkan ketika orang tidak menyukai keputusan-keputusan yang ada, mereka merasa sudah diperlakukan secara adil, sehingga mereka bersedia ikut serta dalam mengeksekusi proses pabrikan baru, yang merupakan komponen vital dari strategi perusahaan baru.

Telaah lebih dalam terhadap cara perubahan strategis dilakukan di 2 pabrik tersebut menunjukkan alasan dibalik anomali ini. Di pabrik Chester, manajer Chester melanggar ke-3 prinsip dasar dari proses yang adil. Pertama, mereka tidak melibatkan pegawai dalam keputusan-keputusan strategis yang secara langsung mempengaruhi mereka. Karena tidak memiliki keahlian dalam pabrik seluler, Elco mendatangkan sebuah biro konsultan untuk merancang rencana induk bagi perubahan yang diinginkan. Para konsultan itu mendapat tugas untuk bekerja dengan cepat tanpa menimbulkan kegelisahan di kalangan pegawai demi mencapai implementasi yang cepat & mulus. Para konsultan itu mengikuti instruksi tersebut. Ketika pegawai Chester sampai di tempat kerja, mereka mendapati orang-orang asing di pabrik yang tidak sekadar berbusana berbeda (memakai setelan hitam, kemeja putih, & dasi), tapi juga berbicara berbisik-bisik kepada sesamanya. Untuk meminimalkan kegelisahan, mereka tidak berinteraksi dengan pegawai. Sebaliknya, mereka menyelinap dibalik punggung orang, mencatat, & menggambar diagram. Gosip-pun tersebar bahwa setelah pegawai pulang ke rumah di sore hari, orang-orang tersebut akan berkeliaran di lantai pabrik, memeriksa tempat kerja, & terlibat dalam perdebatan panas.

Baca Juga:  MENDOBRAK RINTANGAN KOGNITIF

Selama periode ini, manajer pabrik semakin jarang hadir. Ia menghabiskan lebih banyak waktu di kantor pusat Elco untuk menghadiri rapat-rapat dengan paraa konsultan (sesi rapat sengaja diadakan jauh jauh dari pabrik untuk tidak memancing kegelisahan para pegawai). Tetapi, ketidakhadiran sang manajer pabrik menghasilkan efek sebaliknya. Ketika orang semakin cemas, bertanya-tanya mengapa nahkoda mereka terkesan meninggalkan mereka, gosip pun semakin keras berhembus. Semua orang menjadi yakin bahwa para konsultan akan merampingkan pabrik. Para pegawai yakin akan kehilangan pekerjaan mereka. Fakta bahwa sang manajer pabrik selalu menghilang tanpa penjelasan (jelas ia menghindari pegawainya), hanya bisa berarti bahwa manajemen (dalam benak pegawai) ”berusaha menyingkirkan kita.” Kepercayaan dan komitmen di pabrik Chester memudar dengan cepat.

Tak lama, orang mulai membawa kliping surat kabar mengenai pabrik-pabrik lain yang ditutup berdasarkan bantuan konsultan. Pegawai melihat diri mereka sebagai korban dari niat tersembunyi manajemen untuk merampingkan pabrik & memecat orang. Padahal, manajer Elco tidak punya niat untuk menutup pabrik, melakinkan hanya ingin mengurangi pemborosan, sehingga orang bisa memproduksi elevator berkualitas tinggi secara lebih cepat dengan ongkos yang lebih rendah demi memenangi kompetisi. Tetapi, pegawai pabrik tidak mungkin mengetahui hal itu. Para manajer di Chester juga tidak menjelaskan cara keputusan-keputusan strategis dibuat & bagaimana dampak keputusan-keputusan itu kepada karier & metode kerja pegawai. Manajemen membuka rencana induk perubahan dalam pertemuan 30 menit untuk pegawai. Para peserta pertemuan mendengarkan bahwa cara kerja tradisionalnya akan dihapuskan & diganti dengan sesuatu yang disebut “pabrikan/manufaktur seluler”. Tidak ada yang menjelaskan kenapa perubahan strategis diperlukan, kenapa perusahaan perlu menjauh dari kompetisi untuk merangsang permintaan baru, dan kenapa pergeseran dalam proses pabrikan menjadi elemen kunci dalam strategi itu. Pegawai duduk terhenyak dalam hening tanpa pemahaman mengenai alasan dibalik perubahan itu. Manajer salah mengira bahwa diamnya pegawai itu adalah tanda persetujuan. Para manajer lupa bahwa mereka dulunya juga membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk bisa menerima ide berpindah ke pabrikan/manufaktur seluler dalam mengeksekusi strategi baru.

Baca Juga:  INOVASI NILAI SEBAGAI BATU PIJAK "BLUE OCEAN STRATEGY"