LANGKAH YANG HARUS DIAMBIL CEO UNTUK MENGAKHIRI POLA DISFUNGSIONAL TERHADAP CMO (Part 1)
Pendahuluan
Bertugas menjadi leader marketing di suatu organisasi bisnis, CMO (chief marketing officer), sangat beperan penting dalam memimpin upaya perusahaan untuk meningkatkan pendapatan dan laba. Namun, terkadang, banyak CMO yang telah direkrut merasa sangat tertekan. Mereka merasa bahwa perannya terbatas pada komunikasi pemasaran, termasuk iklan dan media sosial. Mereka tidak bertanggung jawab atas (dan pengaruh terbatas atas) peluncuran produk dan penetapan harga. Keadaan ini terjadinya bukan karena permasalahan terbatasnya keahlian CMO, tapi karena pekerjaan itu dirancang dengan sangat buruk dan ada ketidakcocokan antara otoritas CMO dan harapan CEO, sehingga akan sulit bagi siapa pun untuk berhasil di dalamnya.
Fournaise Marketing Group (dalam Whitler & Morgan, 2012[1]) melakukan survey yang menyoroti ketegangan antara CEO dan MO. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa 80% CEO tidak percaya atau tidak terkesan dengan CMO mereka. (Sebagai perbandingan, hanya 10% dari CEO yang merasakan hal yang sama terkait CFO dan CIO mereka.) CMO juga merasakan masalah serius. Dalam survei tersebut, 74% dari mereka mengatakan bahwa mereka percaya pekerjaannya tidak memungkinkan untuk memaksimalkan pengaruh terhadap bisnis. Hubungan bermasalah ini membantu menjelaskan mengapa CMO memiliki tingkat pergantian paling tinggi diantara eksekutif lainnya. Menurut sebuah analisis yang dilakukan Korn Ferry (dalam Whitler & Morgan, 2012), CMO rata-rata bekerja selama 4,1 tahun, sedangkan CEO rata-rata dapat sampai 8 tahun; CFO, 5,1 tahun; CHRO, 5 tahun; dan CIO, 4,3 tahun. Bahkan penelitian lainnya menunjukkan bahwa tingkat pergantian CMO bahkan lebih buruk: Kami menemukan bahwa 57% CMO berada di posisi mereka hanya dalam tiga tahun atau kurang.
Empat langkah yang harus diambil CEO
Kami percaya bahwa banyak pergantian CMO terjadi karena desain pekerjaan yang buruk. Perusahaan dapat melakukan perekrutan yang buruk, tetapi ketika tanggung jawab, harapan, dan ukuran kinerja tidak selaras dan realistis, itu membuat CMO gagal. Whitler & Morgan (2012), selanjutnya menguraikan empat langkah yang harus diambil CEO untuk mengakhiri pola disfungsional ini, yaitu; 1) Define the Role, 2) Match Responsibilities to the Job’s Scope, 3) Align Metrics with Expectations, & Find Candidates with the Right Fit.
Step 1: Define the Role
Dalam penelitian Whitler & Morgan (2012), telah mewawancarai lebih dari 300 perekrut eksekutif (CEO dan CMO), melakukan beberapa survei CMO, melakukan analisis terhadap 170 deskripsi pekerjaan CMO di perusahaan besar, dan mengulas lebih dari 500 profil LinkedIn CMO. Penelitian tersebut telah menemukan variasi yang signifikasn dalam tanggung jawab yang diberikan CMO, keterampilan, pelatihan, dan pengalaman orang-orang yang menempati peran tersebut. Kami mengamati bahwa sebagian besar CMO memiliki beberapa tanggung jawab inti. Lebih dari 90% bertanggung jawab atas strategi dan implementasi pemasaran, dan lebih dari 80% mengendalikan strategi merek dan metrik pelanggan. Namun di luar itu, berbagai tugas mulai dari penetapan harga hingga manajemen penjualan, hubungan masyarakat hingga perdagangan online, pengembangan produk hingga distribusi, tampak sangat membingungkan.
Tentu saja tidak semua posisi CMO harus sama. Perusahaan memiliki kebutuhan, tantangan, dan tujuan yang berbeda, dan peran CMO harus mencerminkan kenyataan tersebut. Bahkan sebelum mempertimbangkan kandidatnya, CEO harus memutuskan jenis CMO mana yang terbaik untuk perusahaan. Dalam penelitian Whitler & Morgan, telah mengidentifikasi tiga jenis berbeda dari peran CMO seperti perata berikut.
Beberapa CMO fokus pada strategi. Mereka memimpin pengambilan keputusan tentang penentuan posisi perusahaan dan kemudian menerjemahkannya ke dalam desain produk, layanan, dan pengalaman baru. Seringkali mereka mengelola informasi pelanggan dan fungsi analitik. Intinya, CMO yang berfokus pada strategi mempelopori upaya inovasi perusahaan. 31% CMO dalam penelitian tersebut, umumnya bekerja di perusahaan multibrand dan di beberapa perusahaan layanan B2B di mana kelompok pemasaran terpusat membantu mengatur strategi tingkat perusahaan.
Kebanyakan CMO fokus pada komersialisasi. Mereka memiliki peran hilir dan bekerja menggunakan komunikasi pemasaran untuk menjual produk, layanan, dan pengalaman yang dirancang orang lain. Biasanya tanggung jawab mereka adalah mengawasi upaya pemasaran tradisional dan digital dalam menciptakan hubungan dengan konsumen. Hampir setengah dari CMO (46%) memiliki peran seperti ini. Fungsi selain pemasaran adalah memainkan peran pendukung untuk mendorong inovasi.
Jenis ketiga, CMO menangani tanggung jawab strategi dan pemasaran yang berfokus pada desain dan implementasi strategi. Secara signifikan, CMO ini memiliki tanggung jawab dan tugas yang paling luas, termasuk inovasi, penjualan, distribusi, dan penetapan harga. Dalam penelitian tersebut, 23% CMO memiliki peran di seluruh perusahaan. Mereka cenderung bekerja di perusahaan merek tunggal dan beberapa perusahaan barang kemasan. Karena lingkup tanggung jawab dan sifat dampak organisasi yang luas, pemasar dengan pengalaman seperti ini secara historis dipandang sebagai manajer umum yang kuat dan sering membuka jalan untuk menjadi peran CEO di perusahaan lain.
[1] Kimberly A. Whitler & Neil Morgan, 2012, Why CMOs Never Last