KONSEP MANAJEMEN YANG MENDUKUNG KESUKSESAN BISNIS (Part 2)
Pendahuluan
Terdapat berbagai cara organisasi bisnis menerapkan konsep manajemen yang tepat agar meraih kesuksesan. Beberapa di ataranya seperti lima elemen yang dikemukakan James (2011)[1]: 1) apakah bisnis ini? (Treat Business as a Series of Relationships), 2) apakah korporasi itu? (Envision the Corporation as a Community), 3) apa manajemen itu? (Redefine Management as a Service Position), 4) Bagaimana seharusnya seorang karyawan? (Treat Employees Like Adults), & 5) Teknologi terbaik apa yang perlu digunakan? (Use Technology to Create Flexibility). Berikut adalah lanjutan pembahasan lima elemen ini, dari artikel sebelumnya;
Concept #3: Redefine Management as a Service Position
Banyak manajer menganggap bahwa mengendalikan perilaku karyawan sebagai masalah. Keterlibatan dan kepemimpinan merupakan kekuatan utama manajemen untuk memastikan bahwa karyawan melakukan apa yang manajemen inginkan. Namun seringkali karyawan menolak keputusan manajer. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi tidak dapat beradaptasi dengan kondisi baru. Seringkali ini terjadi karena banyak manajer dalam banyak kelompok yang saling berhadapan membentuk struktur kekuasaan yang saling bertentangan, dimana masing-masing berusaha untuk "mengendalikan" apa yang terjadi. Saat itu terjadi, pekerjaan produktif menjadi sulit. Inisiatif individu menjadi terbunuh demi mentalitas intruksi dari manajer.
Sebaliknya, saat budaya perusahaan menganggap manajemen utama sebagai posisi layanan, maka manajer akan lebih mudah menetapkan arah dan mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan. Kepemimpinan dan keterlibatan lebih banyak membantu orang untuk menjadi lebih sukses. Hal ini akan membuat pengambilan keputusan secara lebih alami bergerak turun ke tingkat terendah yang sesuai dalam perusahaan. Tim cenderung membentuk aturan dan arahan mereka sendiri tanpa gangguan. Hal ini akan menghilangkan pemisah antara manajemen dan karyawan. Apabila ingin melihat cara kerja manajemen seperti ini, lihatlah tim penjualan mana pun yang memiliki 1) turnover rendah, dan 2) produktivitas tinggi.
Concept #4: Treat Employees Like Adults
Banyak manajer puncak menganggap karyawan mereka sebagai sumber daya yang sulit untuk dikendalikan dan diberi wewenang, serta tidak bisa dipercaya. Karyawan yang mengalami paternalisme manajemen semacam ini selalu mengembangkan kebencian terhadap manajemen. Di tim ini, karyawan menghabiskan lebih banyak waktu dan tidak melakukan pekerjaan produktif, kecuali ketika mereka diawasi.
Satu-satunya hal terpenting yang dapat dilakukan seorang manajer adalah membuang pemikiran seperti itu dan mulai memperlakukan karyawan sebagai seorang rekan. Saat hal itu dilakukan, maka karyawan akan lebih mudah untuk melepaskan anggapan bahwa pekerjaan manajer adalah untuk memerintahkan karyawan. Manajer yang melihat karyawan dengan cara ini cenderung tunduk kepada karyawan saat berurusan dengan bidang pemahaman atau keahlian karyawan.
Concept #5: Use Technology to Create Flexibility
Pengenalan teknologi ke dalam perusahaan yang menganut kepercayaan lama (seperti bisnis adalah medan perang), pada umumnya merupakan masalah. Apa yang terjadi dalam kasus ini adalah bahwa teknologi dimanfaatkan untuk memperkuat kontrol manajemen terhadap karyawan. Semakin teknologi menjadi alat kontrol, semakin banyak digunakan untuk mengotomatisasi proses. Hasil akhirnya adalah perusahaan yang rapuh dan terasa lebih sulit untuk berubah dan beradaptasi. Cara berpikir mekanistik ini mengubah teknologi menjadi hambatan besar pada moral. Karyawan menjadi terkesampingkan, & semua menjadi keterikatan pada sistem komputer, yang kebutuhannya menjadi jauh lebih penting daripada kebutuhan karyawan itu sendiri. Akibatnya, karyawan menjauhkan diri dari tujuan perusahaan & bahkan dapat menyabotase sistem komputer.
Menggunakan teknologi untuk menegakkan proses dapat berdampak buruk pada kemampuan perusahaan untuk menjual. Seringkali, tim penjualan ditekan untuk mengadopsi konsep CRM yang memaksa mereka untuk mengikuti proses seperti mesin, yang seringkali berselisih dengan apa yang sebenarnya perlu dilakukan dalam penjualan.
Teknologi apabila diterapkan dengan benar, dapat mengotomatiskan pekerjaan yang berulang dan membosankan, sehingga membebaskan karyawan dari sifat kreatif terkait membangun hubungan dan melakukan interaksi. Namun, itu hanya terjadi apabila manajemen meninggalkan ide untuk menggunakan kontrol sentralisasi teknologi. Dengan kata lain, saat berbicara tentang teknologi, pikirkan semua orang daripada "standar perusahaan untuk ERP". Semakin ringan perusahaan dalam menggunakan teknologi, semakin produktif pula jadinya. Empat konsep lain yang tercantum di atas menjadi lebih mudah untuk diimplementasikan, karena teknologi mendorong cara berpikir seperti itu, daripada memperkuat perilaku manajemen yang disfungsional secara fundamental. Konsep ini secara umum cenderung mengarah ke manajemen yang lebih baik dan lebih efektif.
Namun, itu hanya benar saat kelima konsep di atas diterapkan. Cara berpikir tradisional mengartikan bahwa bisnis adalah medan perang, oleh karena itu kita memerlukan mesin untuk memeranginya, dan karyawan untuk melakukannya. Sedangkan dalam cara berpikir yang lebih baik, bisnis diartikan sebagai sebuah komunitas dan oleh karena itu perlu membangun hubungan antara orang dan membuat mereka lebih mampu melakukan pekerjaan mereka.
[1] Geoffrey James, 2011, Five Management Concepts that Really Work