Browse By

CARA RS DALAM MENGENDALIKAN SUPPLY CHAIN (Part 1)

Pendahuluan                         

Berbagai perubahan disektor RS secara tidak langsung memberi tekanan pada banyak aspek termasuk kebutuhan menurunkan biaya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, beberapa RS telah melakukan berbagai inovasi dengan mengelola supply chain. Kelompok RS (dalam satu grup) melakukan kontrak langsung pada produsen, menggunakan penyimpanan dan saluran distribusi mereka sendiri. Sistem ini mengambil risiko keuangan, namun juga keuntungannya.

Dorongan untuk melakukan distribusi mandiri  seperti ini karena adanya konsolidasi sistem RS baik merger atau akuisisi (M & A). Menurut Kaplan (2017)[1], dengan peningkatan volume pembelian, sistem RS memiliki kekuatan tawar yang lebih besar. Masih mengacu pada tulisan Kaplan tersebut, Dennis Mullins senior vice president of supply chain for Indiana University (IU) Health, mengatakan bahwa keuntungan finansial dapat diteruskan kepada pasien. IU Health juga berencana untuk menginvestasikan sejumlah penghematan untuk peningkatan modal dan peralatan yang lebih baik. Tetapi ada keuntungan lain, yaitu memastikan persediaan siap tersedia yang berdampak positif bagi pelayanan pasien.

Beberapa pendapat mengenai distribusi mandiri di RS

Masih mengacu pada tulisan Kaplan (2017), dalam memutuskan perpindahan ke model distribusi mandiri memerlukan beberapa analisis mendalam dan persiapan, selain kerjasama tim. Model ini sedang menjadi tren. Sindi Kelly (director of consulting di Vizient, sebuah perusahaan peningkatan kinerja pelayanan kesehatan), mengatakan bahwa dua tahun lalu kami memiliki tiga anggota yang menanyakan apakah itu keputusan yang tepat dalam hal ini. Dalam enam bulan pertama tahun ini, dia mungkin telah melakukan delapan hingga sepuluh diskusi mengenai hal ini. M & A menyumbang banyak aktivitas ini, termasuk satu anggota sistem RS Vizient yang meningkat dari lima menjadi 11 RS dalam waktu kurang dari setahun.

Baca Juga:  MENYELARASKAN HUBUNGAN DOKTER DENGAN RS

Mengacu pada tulisan Kaplan (2017), Dennis Mullins (Wakil Presiden Senior Rantai Pasokan, IU Health), mengatakan bahwa memastikan persediaan siap tersedia akan berdampak positif bagi perawatan pasien. Dengan melalui distributor pihak ketiga, sistem RS dapat melakukan kontrak langsung dengan produsen dan menggunakan penyimpanan serta transportasi sendiri untuk distribusi. Tentu saja, hal itu dilakukan dengan biaya tinggi di awal, namun apabila dilakukan dengan benar, sistem kesehatan dapat menghemat biaya yang cukup signifikan.

Ada beberapa model distribusi berbeda yang tersedia untuk RS. Secara sederhana, manajer supply chain sistem kesehatan dapat memesan dalam jumlah besar dari distributor dan menyimpan barang di tempat. Namun apabila RS menggunakan supply chain mereka melalui distribusi mandiri, Kelly menemukan dua model di bawah ini yang dapat menawarkan penghematan besar.

Model just-in-time untuk pelayanan kesehatan

Mengacu pada tulisan Kaplan (2017), Kelly merekomendasikan bahwa beberapa sistem berubah menjadi model just-in-time dengan menggunakan distributor pihak ketiga. Transisi dimulai dengan mengurangi persediaan di tempat, yang  hanya digunakan untuk menyimpan barang yang penting. Tidak jarang pembelian yang dilakukan oleh RS dalam jumlah besar, yang mencapai lebih dari satu juta dolar dalam persediaan. Menurut Kelly, Inventaris itu harus dikelola, karena sering terdapat  3-5% variasi setiap tahun antara persediaan dalam stok, serta apa yang dihitung. Selain itu, produk dapat kedaluwarsa, atau dokter ingin menggunakan produk yang berbeda, namun tidak dapat dilakukan karena RS memiliki persediaan di rak untuk 30 hari dari produk tersebut.

Melalui model just-in-time, RS menggunakan satu distributor untuk keseluruhan sistem. Beberapa sistem pelayanan kesehatan, terutama yang baru saja bergabung, mungkin akan menggunakan beberapa perusahaan distribusi. Dengan model baru, distributor akan menyediakan persediaan yang dibutuhkan setiap hari.