BERBAGAI HAMBATAN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN DI RS
Pendahuluan
Berbagai manfaat akan dirasakan manajemen RS apabila menerapkan management supply chain berbasis tekhnologi informasi. Karena, supply chain secara manual tidak akan efektif dilakukan. Walaupun begitu pentingnya implementasi supply chan di RS, namun hingga saat ini belum banyak RS di AS yang menerapkan management supply chain berbasis tekhnologi informasi. Menurut LaPointe (2017)[1], yang mengacu pada hasil survei yang dilakukan oleh Cardinal Health and SERMO, menyebutkan bahwa terdapat berbagai faktor yang menghambat implementasi management supply chain di RS.
Tulisan ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya (SEBAGIAN BESAR RS DI AS MASIH MENERAPKAN MANAJEMEN SUPPLY CHAIN MANUAL). Tulisan ini akan menyajikan tentang hambatan yang sering dihadapi manajemen RS dalam megimplementasikan supply chain. Disamping itu, pada tulisan ini juga akan disajikan bagian lain dari hasil survei yang dilakukan oleh Cardinal Health and SERMO (LaPointe, 2017).
Hasil survey Cardinal Health and SERMO.
Menurut LaPointe (2017), terdapat 3 hambatan utama dalam mengadopsi proses manajemen supply chain otomatis di RS. Pemangku kepentingan di RS menyatakan bahwa tiga hambatan utama untuk mengadopsi proses manajemen supply chain otomatis adalah prioritas lain, persepsi biaya tinggi, dan peningkatan pembelian di RS. Ketiga hal tersebut yang menghambat implementasi management supply chain secara otomatis di RS.
Hasil survey Cardinal Health and SERMO (LaPointe, 2017), yang akan dipaparkan berikut ini terkait dengan; 1) keluhan pemimpin lini layanan terkait tanggung jawab mereka terhadap pengawasan supply chain manual, 2) Belum banyak RS yang berinvestasi dalam sistem yang lebih otomatis, 3) kurangnya informasi mengenai alat manajemen supply chain otomatis, 4) menerapkan sistem dan proses manajemen supply chain yang lebih efisien dapat menjadi kunci untuk meningkatkan siklus pendapatan RS, & 5) proses manajemen supply chain yang lebih efisien, akan meningkatkan keselamatan pasien. Kelima hal ini akan dibahas dalam paparan berikut.
1. Keluhan pemimpin lini layanan terkait tanggung jawab mereka terhadap pengawasan supply chain manual.
Hampir dua pertiga dari pemimpin lini layanan menyatakan bahwa tanggung jawab utama mereka harusnya tidak dipenuhi dengan pengawasan supply chain. Bahkan administrator supply chain menyuarakan kekecewaan mereka terhadap proses dan sistem manajemen yang ada. 59% dari administrator berharap tugas persediaan bukanlah tugas utama yang harus mereka lakukan.
2. Belum banyak RS yang berinvestasi dalam sistem persediaan yang lebih otomatis.
Survei menunjukkan bahwa meskipun masih menggunakan sistem manajemen supply chain yang sudah ketinggalan zaman dan berefek pada pengurangan kualitas pelayanan pasien, namun banyak RS belum berinvestasi dalam sistem manajemen persediaan yang lebih otomatis.
3. Kurangnya informasi mengenai alat manajemen supply chain otomatis
Survei juga menemukan bahwa kurangnya informasi mengenai alat manajemen supply chain otomatis adalah salah satu faktor pendukungnya. Kurang lebih sepertiga peserta surve tidak mengetahui mengenai Radio-Frequency Identification (RFID). Seperti diketahui bahwa RFID adalah metode pelacakan persediaan, yang menggunakan pemindaian barcode untuk melacak item. Hanya 10% responden mengatakan bahwa mereka telah menggunakan teknologi RFID.
4. Menerapkan sistem dan proses manajemen supply chain yang lebih efisien dapat menjadi kunci untuk meningkatkan siklus pendapatan RS.
RS terus menempatkan tantangan keuangan sebagai prioritas utama. 64% responden mengidentifikasi masalah keuangan sebagai tantangan terbesar RS mereka. Staf juga merasakan tekanan dari tuntutan keuangan di RS. Sekitar 54% administrator mengidentifikasi manajemen biaya perawatan kesehatan sebagai metode utama keberhasilan organisasi. Sekitar 45% pemimpin lini layanan dan 39% staf frontline juga merasakan hal yang sama.
Ketika ditanya bagaimana RS dapat meningkatkan kesehatan keuangan mereka, responden setuju bahwa proses manajemen supply chain otomatis dapat membantu. Responden memperkirakan bahwa lebih banyak alat pengumpul data otomatis dapat menyelamatkan biaya RS lebih dari $ 500.000.
5. Proses manajemen supply chain yang lebih efisien, akan meningkatkan keselamatan pasien.
Survei menunjukkan bahwa proses manajemen supply chain yang lebih efisien juga akan meningkatkan keselamatan pasien. 58% dari perawat mengakui bahwa manajemen persediaan adalah kunci untuk meningkatkan keselamatan pasien, terutama dalam hal identifikasi item yang kadaluwarsa dan hal lainnya. Hasil survei juga menunjukkan bahwa masalah manajemen persediaan telah menempatkan beberapa pasien dalam risiko. 24% staf RS melaporkan bahwa melihat atau mendengar bahwa ada barang kadaluwarsa atau yang ditarik untuk digunakan pada pasien, dan 57% lainnya melihat situasi di mana penyedia tidak memiliki barang yang diperlukan untuk pasien selama prosedur. Sekitar 18% responden mengetahui masalah keselamatan pasien yang berasal dari ketersediaan persediaan yang tepat pada waktu yang tepat. Hal ini seiring dengan apa yang dikatakan Shaden Marzouk, MD, MBA (Cardinal Health’s Chief Medical Officer) berikut; "Manajemen supply chain bukan hanya alat bisnis utama, tetapi komponen penting dalam mendukung keselamatan dan perawatan pasien,".
Hasil survei juga menemukan bahwa banyak RS mengalami masalah keselamatan pasien yang dapat dicegah melalui peningkatan supply chain. Dan setiap orang di rumah sakit berperan dalam mengadvokasi supply chain yang lebih efisien, sehingga akan memungkinkan dokter dan perawat memanfaatkan waktu terbaiknya, yaitu memberikan perawatan berkualitas tinggi secara lebih efektif dan efisien.
[1] Jacqueline LaPointe, 2017, 78% of Hospital Staff Still Face Manual Supply Chain Management