MENGATASI TANTANGAN SUPPLY CHAIN DAN MEMAKSIMALKAN PELUANG UNTUK MENGHINDARI PEMBOROSAN

Pendahuluan
Berbagai fakta menunjukkan bahwa implementasi supply chain di banyak organisasi bisnis, dapat menghemat biaya terkait dengan pemborosan, dengan memperkuat kinerja keuangan dan kualitas produk. Namun, implementasi supply chain di RS, harus melibatkan semua unsur terkait, mulai eksekutif (manajemen) hinga SDM unit pelayanan. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi organisasi pelayanan kesehatan seperti RS.
Tulisan ini akan memaparkan terkait antisipasi RS (manajemen & unit layanan) dalam menangani dan mengimplementasikan gagasan supply chain, termasuk mengantisipasi tantangan yang menghambat.
Bagaimana Manajemen RS mengatasi tantangan supply chain?
Manajemen RS harus mampu mengatasi tantangan supply chain agar dapat memaksimalkan peluang dalam meminimalisasi atau menghindari pemborosan. Pada tulisan DiChiara (2015)[1], dikemukakan mengenai hasil wawancara antara RevCycleIntelligence.com dengan James Spann (Practice Leader of Supply Chain & Logistics at Simpler Healthcare). Dalam wawancara tersebut, James Spann menyampaikan bahwa manajemen RS harus lebih cerdas mengatasi tantangan supply chain dan memaksimalkan peluang untuk menghindari pemborosan.
Pendapat James tentang supply chain dan gaps exist
Secara sederhana, supply chain adalah manajemen hubungan hulu dan hilir dengan pemasok dan pelanggan untuk memberikan nilai pelanggan yang unggul dengan biaya lebih rendah ke supply chain secara keseluruhan. Tantangan bagi RS adalah bagaimana menyelaraskan supply chain dengan model pemberian perawatan. Tiga bidang utama yang dapat berpengaruh dan dapat mengatasi pemborosan dalam model pemberian perawatan adalah biaya pasokan medis/bedah, biaya obat-obatan, dan tenaga kerja yang digunakan untuk mengelola persediaan.
Terdapat banyak pemborosan dalam biaya produk. Harus dilihat terkait banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk sebuah transaksi dan biaya distribusi. Penting untuk mengelola dan memindahkan pasokan di seluruh sistem berkaitan dengan biaya, dan dalam biaya yang tak terlihat. Karena banyak waktu klinis dihabiskan untuk mengelola persediaan. Misalnya, menentukan total biaya kepemilikan persediaan dan menghilangkan pemborosan seperti varians biaya, pengeluaran di luar kontrak, aliran distribusi yang buruk, penimbunan persediaan, dan staf yang tidak bekerja sesuai lisensinya akan mengurangi keseluruhan biaya supply chain. Kesuksesan akan dicapai saat staf klinis dan supply chain saling bekerja untuk menyelaraskan supply chain dengan model pemberian perawatan RS.
Apabila dilihat dari perspektif kurva biaya di seluruh supply chain, ada empat kuadran dengan beberapa kegiatan yang sangat spesifik, yang akan membantu mengurangi biaya keseluruhan. Dua kuadran pertama dari kurva adalah harga produk dan standardisasi, yang merupakan tempat sebagian besar eksekutif supply chain menempatkan fokus mereka. Fokus pada kuadran tiga dan empat adalah pemanfaatan dan optimalisasi, di situlah peningkatan laba yang signifikan dapat dicapai seiring waktu.
Pendapat James tentang manajemen asset (persediaan) & kegagalannya
Menurut James, eksekutif RS mengatakan, "Kami berada di suatu tempat antara kuadran kedua dan ketiga. Kami sudah meninjau harga produk, kami tahu ada peluang untuk menstandarisasi dan mengkonsolidasikan berbagai produk, dan kami punya metodologi dan proses untuk melakukannya. Tetapi bagaimana kita memanfaatkan aset dan menciptakan proses kerja standar? ” Mereka umumnya tidak mengelola aset dengan memindahkan aset melalui sistem.
Mereka gagal memastikan bahwa mereka memiliki proses dan standarisasi prosedur yang tepat. Umumnya ini terjadi pada biaya tak kasat mata yang tidak memiliki harga produknya secara nyata, seperti sekotak sarung tangan. Anda tidak bisa mengatakan, “Saya punya 50 jenis sarung tangan dalam sistem. Saya akan membuat standar untuk itu”. Biaya tak terlihat dapat menyebabkan masalah keuangan untuk RS. Departemen (unit layanan) yang berbeda di RS dapat memesan persediaan berdasarkan apa yang diinginkan dokter, dan ini dapat menimbulkan variasi. Misalnya 50 jenis sarung tangan, dengan semua orang memesan sendiri, berdasarkan preferensi pengguna.
Vendor memiliki tanggung jawab dalam membantu RS merampingkan, mengelola, dan menstandarisasi produk. Secara sistematis, dokter akan memesan apa yang mereka ingin pastikan miliki untuk merawat pasien. Sedangkan vendor, secara sistematis akan menjual produk mereka ke RS, dan mendapatkan pangsa pasar. Jika RS tidak memiliki sistem manajemen, mulai dari permintaan pesanan, sumber, hingga pengelolaan persediaan, maka sistem persediaan dan produk akan keluar dari kendali.
[1] Jacqueline DiChiara, 2015, Addressing Hospital Executives’ Supply Chain Management Gaps