Browse By

UPAYA MENGATASI RINTANGAN KOGNITIF DENGAN: ”MENDENGARKAN KONSUMEN YANG TIDAK PUAS”

Pendahuluan

Salahsatu cara mengatasi rintangan kognitif adalah mendengarkan (secara langsung) terhadap keluhan konsumen yang paling tidak puas. Karena itu, tulisan ini akan membahas hal tersebut sebagai upaya mengatasi rintangan kognitif. Pembahasan dalam tulisan ini tetap mengacu pada buku Renée Mauborgne & W. Chan Kim (2005) berjudul, Blue Ocean Strategy(BOS).

Bertemu dengan Konsumen yang Tidak Puas

Upaya mengatasi rintangan kognitif, tidak hanya dilakukan dengan mengajak manajer keluar kantor untuk melihat keadaan buruk di lapangan. Perlu juga membuat mereka mendengarkan (secara langsung), terkait keluhan konsumen yang paling tidak puas. Jangan mengandalkan survei pasar. Sejauh mana tim andalan anda secara aktif mengamati pasar secara langsung dan bertemu dengan konsumen yang paling tidak puas demi mendengarkan keluhan mereka? Apakah pernah berpikir kenapa penjualan tidak sesuai dengan keyakinan anda terhadap produk? Singkatnya, tidak ada pengganti bagi bertemu dan mendengarkan langsung konsumen yang tidak puas.

Pada akhir 1970-an, Police District 4 Boston (di mana terletak Symphony Hall, Christian Science Mother Church, dan lembaga-lembaga kebudayaan lain), mengalami lonjakan tingkat kejahatan yang serius. Publik semakin hari semakin terancam, & orang menjual rumah mereka dan pergi, sehingga komunitas itu pun semakin merosot kondisinya. Tetapi, meskipun warga sudah berbondong-bondong meninggalkan wilayah itu, kepolisian di bawah arahan Bratton merasa mereka sudah melakukan tugas dengan baik. Indikator-indikator kinerja yang mereka gunakan untuk membandingkan diri mereka dengan departemen-departemen kepolisian lain menunjukkan keunggulan: waktu tanggapan terhadap telepon 911 (panggilan darurat minta pertolongan) semakin cepat dan penangkapan terhadap kejahatan meningkat. Untuk memecahkan paradoks ini, Bratton mengatur serangkaian pertemuan warga antara personel polisinya dan para warga lingkungan sekitar.

Baca Juga:  INDUSTRI RS MENGALAMI KONDISI ”PALING BURUK” AKIBAT PANDEMI COVID-19

Tidak butuh waktu lama untuk menyadari adanya kesenjangan persepsi. Meskipun petugas polisi bangga akan pendeknya waktu tanggapan terhadap telepon 911 dan akan rekor mereka dalam memecahkan kejahatan-kejahatan besar, usaha-usaha ini tidak diperhatikan dan diapresiasi oleh warga. Ternyata terdapat beberapa (sedikit) warga yang merasa terancam oleh kejahatan kelas kakap. Yang menjadi ancaman bagi mereka adalah gangguan-gangguan kecil yang terus-menerus: pemabuk, pelacur, graffiti, dan pengemis. Pertemuan warga menghasilkan perombakan total pada prioritas polisi menjadi fokus pada strategi samudra biru “jendela rusak”. Kejahatan menurun dan warga lingkungan kembali merasa aman.

Terkait hal diatas, terdapat beberapa pertanyaan serius, yaitu;

  1. Ketika ingin menyadarkan organisasi anda akan perlunya perubahan strategis dan pendobrakan status guo, apakah anda mengajukan argumen berdasarkan angka-angka?, ataukah anda membuat manajer, karyawan, dan atasan (dan diri anda) berhadapan langsung dengan masalah terburuk di lapangan?,
  2. Apakah Anda membuat manajer menemui pasar dan mendengarkan keluhan konsumen yang tidak puas? ataukah anda mensubkontrakkan (outsource) fungsi pemantauan dan menyebarkan kuesioner-kuesioner penelitian pasar?