STRATEGI DALAM PERENCANAAN KEUANGAN RS DI ERA BERBASIS NILAI, KONSUMERISME, DAN PENINGKATAN BIAYA OBAT
Pendahuluan
Pergerakan pasar yang positif membuat pergerakkan industri RS di Indonesia semakin baik. Aspek positif ini tentunya merupakan satu keuntungan sekaligus tantangan bagi manajemen RS, terutama dalam menghadapi kompetisi yang semakin mengglobal. Tantangan kompetisi, perubahan kebijakan, peningkatan biaya obat, dll, harus menjadi focus manajemen. Perubahan sistem pembayaran ke perawatan berbasis nilai misalnya, secara tidak langsung turut merubah cara RS dalam mengelola keuangannya. Karena, pada era ini strategi perencanaan keuangan tradisional mungkin tidak lagi berlaku.
Tulisan ini mengacu pada tulisan Rappleye (2016)[1] yang merupakan rangkuman dari diskusi panel di Becker's 5th Annual CEO + CFO Roundtable di Chicago. Diskusi tersebut dihadiri oleh 4 pemimpin keuangan dan pakar dari industri pelayanan kesehatan, yang terdiri dari; Janice James (pendiri dan mitra pelaksana Prism Healthcare Partners), Lisa Carlson (CFO sementara Chillicothe, Adena Health System yang berbasis di Ohio), Dennis Hesch (wakil presiden eksekutif dan CFO Carle Health System yang berbasis di Urbana-Ill), dan Stan Frazier (wakil presiden rekayasa solusi di RelayHealth). Pembahasan diskusi dalam rangkuman tulisan Rappleye (2016) diatas, membahas berbagai tren yang terjadi dan bagaimana RS menyesuaikan pendekatan yang harus dilakukan terhadap perencanaan keuangannya. Pembahasan dibawah ini merupakan lima hal dalam diskusi tersebut.
Focus on quality and cost improvements will follow
Setiap RS perlu menginvestasikan beberapa cara untuk mendorong peningkatan kualitas. Fokus pada standardisasi perawatan dan memberikan nilai bagi pasien akan membantu menurunkan biaya. "Sangat penting bagi kami untuk fokus pada kualitas klinis, hal ini akan mengarah pada diskusi tentang pengendalian biaya," kata James.
Don't isolate financial planning
Carlson mengatakan bahwa sebagian besar waktunya ada dalam bidang kesehatan, yang membuat perencanaan keuangan dan beberapa asumsi terkait investasi apa yang diperlukan. Saat ini asumsi tersebut perlu direstrukturisasi untuk lingkungan pelayanan kesehatan baru. Setiap organisasi layanan kesehatan berada pada titik yang berbeda dalam perjalanannya menuju layanan berbasis nilai, dan terkadang departemen dalam organisasi telah membuat berbagai tingkat kemajuan. Mr Hesch mengatakan bahwa perencanaan keuangan tidak bisa lagi berada dalam rentang rencana tiga hingga lima tahun, namun harus di moderasi (desisuaikan) terus-menerus.
Adjust revenue cycle management for the new payer — patients
Mr. Hesch mengatakan "Sebelumnya anda berurusan dengan 15 atau 20 pembayar. Namun saat ini berurusan dengan ratusan ribu pasien”. Sehingga harus memiliki siklus pendapatan yang canggih. Frazier menyarankan untuk berinvestasi dalam produk kelayakan dan estimasi yang membantu menentukan kecenderungan pasien untuk membayar sehingga penyedia layanan dapat menyesuaikan strategi dan upaya siklus pendapatan secara efektif.
Invest in experts to get the most out of your data
Mr Hesch mengatakan bahwa analisis data merupakan tempat terbesar yang dicari semua orang, dan hal ini dapat mendorong peningkatan. Tetapi dibutuhkan data yang dapat ditindaklanjuti pada waktu yang tepat. Banyak organisasi melakukan pekerjaan yang hebat dalam mengumpulkan data, tetapi tidak terlalu bagus dalam menafsirkannya. Sehingga lebih banyak penyedia yang berinvestasi pada pakar data yang benar-benar mampu menelusuri dan membuat data bermanfaat bagi organisasi.
Bring pharmacy in house to help control drug cost increases
Mr Hesch mengatakan bahwa biaya farmasi merupakan biaya yang selalu meningkat. Sulit untuk mengendalikan biaya obat, dan nilainya semakin besar daru tahun ke tahun. Untuk mengimbanginya, farmasi harus dapat menumbuhkan profitabilitas keseluruhan pada obat yang diresepkan. Selain itu mereka juga harus lebih memahami biaya.
[1] Emily Rappleye, 2016, 5 strategies for hospital financial planning in an era of value, consumerism and growing drug costs