PENYESUAIAN TEORI DAN MODEL MANAJEMEN STRATEGIS DENGAN ADANYA ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) – Part 2

Berikut adalah lanjutan dari artikel PENYESUAIAN TEORI DAN MODEL MANAJEMEN STRATEGIS DENGAN ADANYA ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) - Part 1, terkait The Future of Organizational Management menurut Dhanrajani (2019)[1],
Elton Mayo’s Human Relations Theory
Penelitian Elton Mayo di bidang produktivitas organisasi bermula dari studinya pada 1920-an di pabrik Hawthorne di Chicago. Dalam mencari jawaban seputar cara meningkatkan produktivitas manusia, ia dan asistennya mencoba beberapa variabel yang mungkin berdampak pada kualitas kerja, seperti penerangan, durasi istirahat dan durasi jam kerja. Setelah semua variabel ini terbukti tidak berpengaruh dengan cara meningkatkan produktivitas pekerja, Mayo akhirnya menemukan hipotesisnya yaitu memberikan perhatian kepada karyawan. Ini adalah yang benar-benar menghasilkan peningkatan kinerja. Memberikan suara kepada pekerja dalam proses pengambilan keputusan, pengalaman kebebasan dan otonomi yang lebih besar, serta mempertimbangkan kebutuhan sosial yang melekat pada karyawan adalah pengungkit paling penting dalam produktivitas kerja.
AI dapat mengambil banyak pekerjaan yang terlibat dalam mengelola berbagai birokrasi yang melekat dalam organisasi dengan cepat. Para pemimpin akan menemukan lebih banyak waktu dalam mengelola kinerja asetnya yang paling berharga, yaitu karyawan. Dengan menyederhanakan proses rutin dan berulang-ulang, kita dapat membayar lebih banyak perhatian pada kesejahteraan karyawan, merayakan keberhasilan dan melakukan peningkatan kinerja yang benar-benar tepat.

Total Quality Management (TQM)
Banyak model dan teori terkait keseluruhan kerangka kerja untuk TQM (Total Quality Management). Pada intinya, TQM adalah ilmu yang mengatur kualitas dalam proses. Ini terkait dengan kepatuhan produk yang diproduksi dengan spesifikasi yang disepakati, dengan tetap memperhatikan kebutuhan pengguna akhir. TQM menjembatani banyak konsep, dari sentrisitas pelanggan, menurunkan limbah dalam proses manufaktur dengan maksud untuk meningkatkan kualitas keseluruhan dari output manufaktur.
TQM merupakan proses yang digerakkan oleh data, hal ini sangat bergantung pada pemahaman post-mortem tentang pengambilan keputusan berbasis bukti dan peningkatan proses. Dengan AI, organisasi dapat meningkatkan prediksi produk yang tidak ditentukan sebelumnya, yang mengarah pada kualitas manufaktur. AI juga membantu meningkatkan proses perkiraan, sehingga mengurangi limbah yang dihasilkan melalui inventaris yang tidak digunakan dan tidak terjual. Demikian pula, AI akan mengurangi overhead yang terkait dengan mengidentifikasi kondisi manufaktur yang tidak normal dan ketentuan dalam pemeliharaan mesin prediktif untuk menjaga standar kualitas dalam aktivitas manufaktur.
The Future of Organizational Management
Ilmu manajemen saat ini sebagian besar berakar untuk membangun organisasi yang lebih efisien dan cepat. Di masa mendatang, manusia dan AI akan bekerja berdampingan untuk mencapai tujuan organisasi bersama. Ini berarti bahwa AI akan membantu menghilangkan banyak pekerjaan administratif yang sering menghambat produktivitas para pemimpin, dan memungkinkan mereka untuk mengarahkan energinya ke arah pekerjaan yang lebih kompleks dan didorong oleh penilaian yang mengharuskan mereka untuk berpikir kreatif. AI adalah penghubung dan evolusi pemikiran manajemen.
Kesimpulannya, penerapan AI akan membuat bisnis lebih berpusat pada manusia. AI bertanggung jawab atas kegiatan sehari-hari, yang berdampak pada lebih banyaknya waktu untuk interaksi antara manusia dan menuangkan kreativitas manusia dengan cara yang lebih besar. Oleh karena itu, teori dan model manajemen baru yang muncul di masa mendatang perlu memperhitungkan dampak AI, dan dapat membantu organisasi serta pemimpin dalam memahami cara menavigasi bisnis.
[1] Sameer Dhanrajani, 2019, Reimagining Strategic Management Theories And Models With Artificial Intelligence