PENINGKATAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN DAN DAMPAKNYA BAGI RS
Pendahuluan
Reformasi pelayanan kesehatan, secara tidak langsung memberikan tekanan bagi RS. Melalui sistem jaminan kesehatan nasional disetiap negara (seperti BPJS kesehatan di Indonesia), mengakibatkan beban kenaikan biaya layanan kesehatan bergeser dari pembayar ke penyedia (RS). Namun, hal ini seharusnya membuat manajemen RS untuk lebih efektif dalam mengantisipasi berbagai tantangan yang dihadapi.
Terkait peningkatan biaya pelayanan kesehatan dan dampaknya terhadap RS di AS, dipaparkan dalam tulisan Crapo (2014)[1]. Dalam tulisan tersebut dijelaskan 3 hal, yaitu; 1) The Burden of Rising Healthcare Costs on Employers And Employees, 2) Pressure on Payers: The Consequence for Providers, & 3) What Hospitals Can Do to Survive And Thrive. Tulisan ini akan memaparkan 3 hal terkait peningkatan biaya pelayanan kesehatan & konsekwensinya bagi RS, mengacu pada tulisan Crapo.
The Burden of Rising Healthcare Costs on Employers And Employees
Biaya pelayanan kesehatan di AS naik dua hingga tiga kali lebih cepat daripada tingkat inflasi. Tekanan untuk mengurangi biaya perjalanan dari pengusaha ke pembayar dan ke penyedia. Karena itum RS sebagai penyedia layanan kesehatan, harus melakukan perubahan yang diperlukan untuk mengendalikan tren biaya.
Pressure on Payers: The Consequence for Providers
Pembayar dari pemerintah (seperti BPJS Kesehatan di Indonesia), biasanya diganti pada tingkat rendah. Untuk 2014, peningkatan pembayaran rawat inap Medicare di AS adalah 0,5 persen, dan peningkatan pembayaran rawat jalan adalah 1,8 persen. Selama 2013, RS merasakan dampaknya dengan potongan pembayaran 2 persen. Medicare ingin pindah ke sistem berbasis nilai dan telah menciptakan berbagai program untuk mencapai hal ini. Beberapa programnya seperti pinalti untuk Readmission dan Hospital-Acquired Conditions. Di bawah Medicare Shared Savings Program (MSSP) dan melalui Value-Based Purchasing (VBP) RS dapat memperoleh insentif dan juga dapat dikenai penalti. Semua program ini meningkatkan kompleksitas untuk RS.
Marjin Medicare dan Medicaid semakin diperketat, dan RS di AS telah lama mengandalkan bisnis menguntungkan dari pembayar swasta untuk menutupi kerugian itu. Bisnis yang menguntungkan dari sektor swasta ini adalah satu-satunya yang dapat menyelamatkan RS dari margin negatif. Pengusaha semakin enggan untuk menerapkan kenaikan biaya perawatan kesehatan ini. Sedangkan pembayar harus membuat pelanggan mereka bahagia. Mereka berbisnis dengan tingkat kenaikan yang lebih rendah daripada pesaing. Jadi mereka beralih ke penyedia dan menurunkan kenaikan tarif. Semakin banyak, tren ini akan memperkecil kesenjangan antara biaya RS untuk menyediakan perawatan dan penggantian yang mereka dapatkan dari pembayar swasta. Pada akhirnya, RS memiliki lebih sedikit pembayar pribadi yang dapat menutupi margin negatif dari pembayar pemerintah.
What Hospitals Can Do to Survive And Thrive
Terkait dengan tekanan yang dihadapi, berikut ini adalah empat hal yang dapat dilakukan RS: Kumpulkan semua pendapatan yang tersedia dalam perjanjian VBP saat ini (mis: memenuhi target readmission dan skor kualitas manajemen penyakit). Pastikan dokumentasi klinis dan catatan tagihan secara akurat mencerminkan perawatan yang diberikan. Banyak organisasi kehilangan peluang penagihan karena dokumentasi yang tidak lengkap atau tidak memadai. Tingkatkan pendapatan dengan menegosiasikan perjanjian Shared Savings dengan pembayar. Menghilangkan limbah dan meningkatkan efisiensi untuk mengurangi biaya operasi.
Untuk item pertama, mungkin saat ini hanya bias dilakukan di RS AS. Tapi item 2 hingga 3 sangat mungkin di praktekkan di Indonesia. Perubahan-perubahan ini tidak selalu mudah dan dapat berdampak luar biasa. Cara terbaik untuk memulai adalah memahami dengan tepat di mana posisi RS saat ini, bagaimana struktur biaya RS dan bagaimana kinerja setiap unit layanan dalam hal kualitas dan biaya.
RS memiliki banyak aset data yang dapat menjelaskan gambaran besar ini. Karena itu, merupakan sebuah tantangan bagi manajemen RS untuk mengumpulkan berbagai dara dalam suatu SIM terintegrasi. Melalui SIM terintegrasi, sumber kebenaran data membutuhkan gudang data yang dapat mengumpulkan data kepuasan klinis, keuangan, dan pasien untuk membantu RS tidak hanya dalam memahami bisnis, tetapi juga memberikan wawasan dan alat untuk perbaikan.
[1] Jared Crapo, 2014, Rising Healthcare Costs: Why We Have to Change