Browse By

KEPEMIMPINAN ”TIPPING POINT”: UPAYA BOS DALAM MENGATASI BERBAGAI RINTANGAN

Pendahuluan

Pengetahuan tentang BOS (Blue Ocean Strategy) sangat penting dalam mengatasi rintangan-rintangan yang ada. Tapi untuk mencapai hal ini secara efektif, perusahaan harus membuang pengetahuan lama mengenai cara melakukan perubahan. Pengetahuan lama menyatakan bahwa semakin besar perubahan, maka semakin banyak sumberdaya dan waktu yang dibutuhkan untuk membuahkan hasil. Jadi, manajemen perlu menentang pengetahuan umum ini dengan menggunakan apa yang disebut kepemimpinan tipping point.

Kepemimipinan tipping point memungkinkan manajemen untuk mengatasi 4 hambatan (lihat tulisan sebelumnya) dengan cepat dan berbiaya rendah, sembari mendapatkan dukungan karawan dalam mengeksekusi perpindahan dari status quo. Karena itu, tulisan ini akan membahas kepemimpinan tipping point, dan tetap mengacu pada buku Renée Mauborgne & W. Chan Kim (2005) berjudul, Blue Ocean Strategy.

PENERAPAN KEPEMIMPINAN TIPPING POINT

Lihatlah Kepolisian New York (NYPD) yang mengeksekusi strategi samudra biru pada 1990-an dalam sektor publik. Ketika Bill Bratton ditunjuk sebagai komisaris polisi New York City pada 1994, begitu banyak tumpukan masalah yang ia hadapi. Tumpukan masalah ini mungkin hanya pernah dialami oleh segelintir eksekutif. Pada awal 1990-an, New York City sedang mengarah kepada anarki. Tingkat pembunuhan berada pada titik puncaknya. Penodongan, pembunuhan oleh Mafia, penjahat jalanan, dan perampokan bersenjata menghiasi koran setiap hari. Warga New York sedang terkepung. Namun, anggaran buat Bratton dibekukan. Memang, setelah tiga dasawarsa semakin meningkatnya kejahatan di New York City, banyak ilmuan sosial menyimpulkan bahwa kota tersebut kebal dari intervensi polisi. Tajuk halaman depan New York Post berbunyi: “Dave do something!” (Dave, lakukanlah sesuatu!” ). Ini merupakan seruan langsung kepada walikota David Dinkins untuk menurunkan tingkat kejahatan dengan cepat. Dengan gaji minim, kondisi kerja yang berbahaya, jam kerja panjang, dan kecilnya harapan akan promosi, moral para petugas NYPD yang berjumlah sekitar 36.000 itu berada pada titik nadirnya. Belum lagi menyebut efek buruk dari pemangkasan anggaran, peralatan yang usang, dan korupsi.

Baca Juga:  UPAYA MEROBOHKAN RINTANGAN POLITIS DALAM BOS

Dalam istilah bisnis, NYPD adalah organisasi ber-kas minim dengan 36.000 karyawan yang sudah lekat dengan status guo, tidak punya motivasi, dan dibayar rendah. Basis konsumen yang tidak puas (yaitu warga kota New York) dan kinerja yang terus merosot drastis sebagaimana ditunjukkan oleh meningkatnya angka kejahatan, ketakutan, dan kekacauan. Perang antara geng dan politik semakin memperparah situasi. Singkatnya, memimpin NYPD untuk mengeksekusi perpindahan strategi adalah mimpi buruk manajerial yang berada di luar bayangan kebanyakan eksekutif.

Namun, dalam kurang dari dua tahun dan tanpa peningkatan anggaran, Bratton mengubah New York menjadi kota besar paling aman di AS. Ia mendobrak samudra biru dengan strategi pemolisian samudra biru yang merevolusi dunia kepolisian sebagaimana saat itu dikenal. Antara 1994 dan 1996, organisasi meraih kemenangan seiring peningkatan “laba”: Kejahatan pidana berat turun 39%, pembunuhan turun 50%, & pencurian turun 35%, & “Konsumen” diuntungkan. Jajak pendapat Gallup melaporkan bahwa kepercayaan publik terhadap NYPD melonjak dari 37% menjadi 73%. Pegawai juga dintungkan, berdasarkan hasil survei internal menunjukkan kepuasan kerja di NYPD mencapai titik tertinggi. Sebagaimana dikatakan seorang polisi patroli, “Kami akan pergi ke neraka dan kembali untuk orang itu.” Mungkin, yang paling mengesankan adalah meski sang pemimpin telah berganti, perubahan positif itu masih berlangsung, yang menandakan pergeseran fundamental dalam kebudayaan dan strategi organisasi NYPD. Bahkan, setelah Bratton tidak lagi menjabat pada 1996, tingkat kejahatan terus merosot.

Hanya sedikit pemimpin korporat yang mengalami rintangan organisasional seberat Bratton dalam mengeksekusi langkah meninggalkan status quo. Lebih sedikit lagi yang mampu mencapai jenis lompatan kinerja dalam situasi organisasi apa pun, seperti yang dicapai Bratton. Bahkan, Jack Welch membutuhkan sekitar 10 tahun dan jutaan dolar upaya restrukturisasi dan pelatihan sebelum mampu mengubah GE menjadi raksasa bisnis.  Selain itu, berlawanan dengan pengetahuan konvensional, Bratton mencapai hasil mencengangkan ini dalam waktu yang sangat singkat dan sumber daya terbatas. Ia juga berhasil meningkatkan moral petugas polisi dan menguntungkan semua pihak yang terlibat. Hal ini bukan upaya reformasi strategis Bratton yang pertama. Ini adalah upayanya yang kelima, & setiap upayanya itu menuai sukses terlepas dari empat rintangan yang ia alami. Empat rintangan yang sering diklaim manajer telah membatasi kemampuan mereka untuk mengeksekusi strategi samudra biru: rintangan kognitif yang membuat karyawan tidak bisa melihat pentingnya perubahan radikal: rintangan sumber daya yang meluas dalam perusahaan, rintangan motivasional yang menurunkan semangat dan moral staf, serta rintangan politis dari adanya resistensi internal dan eksternal terhadap perubahan.

Baca Juga:  PENGELOLAAN KAS DI RS (PART 2)