Pendahuluan
Persaingan di industri RS saat ini berada dibawah tekanan, karena dihadapkan dengan peningkatan biaya obat-obatan dan tenaga kerja. Karena itu, manajemen RS & sistem kesehatan sedang mencari solusi dengan mengevaluasi pengelolaan Supply Chain & meminimalkan turn over SDM. Mengacu pada hal tersebut, tulisan ini akan mengangkat terkait permasalahan Supply Chain & kekurangan SDM di RS, mengacu pada webinar yang diselenggarakan oleh US News & World Report[1].
Hasil webinar oleh US News & World Report (Levine, 2022)
RS bersaing dengan biaya yang tidak biasa dan tekanan operasional. Menurut data terbaru yang dirilis bulan ini oleh perusahaan konsultan manajemen kesehatan Kaufman Hall, RS dan sistem kesehatan menghabiskan 19% lebih banyak untuk obat-obatan, 18% lebih banyak untuk persediaan, dan 21% lebih banyak untuk tenaga kerja dibandingkan dua tahun lalu. Disamping itu, RS juga menghadapi masalah tenaga kerja, rantai pasokan, dan masalah ekonomi lainnya.
Dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh US News & World Report, Michelle Hood (Executive vice president and chief operating officer of the American Hospital Association),mengatakan bahwa RS “benar-benar menderita/tertekan” karena banyak ketidakstabilan, baik operasional maupun finansial. Beliau menambahkan bahwa biaya untuk merawat pasien meningkat sekitar 20% secara keseluruhan per pasien jika dibandingkan dengan tingkat pra-pandemi, dan biaya tenaga kerja melonjak dari 2019 hingga 2021.
Banyak sistem kesehatan berinvestasi dalam teknologi baru dan alat digital untuk menghemat biaya, sementara pada saat yang sama tetap fokus untuk meningkatkan hasil dan koordinasi perawatan. Nausheen Ahmed (director of supply chain optimization at Cedars-Sinai), mengatakan bahwa transformasi dan analitik digital melalui Los Angeles-based Cedars-Sinai Health System, membantu dalam mengatasi tantangan rantai pasokan, sehingga pekerja atau pasien garis depan mereka tidak menderita. Karena itu, mereka dapat mempertahankan tingkat perawatan dilakukan sebelum pandemi dan tidak harus membatalkan operasi apa pun atau memaksakan apa pun. Jeffrey O'Brien (chief operating officer for Dartmouth Hitchcock Medical Center in New Hampshire), mengatakan bahwa pandemi COVID-19 “memaksa mereka untuk menjadi sangat kreatif,”.
Kekurangan tenaga kerja yang sedang berlangsung di lapangan juga terbukti menjadi penghalang besar bagi transformasi digital. Kristen Miles(senior director of healthcare supply chain product strategy for Oracle, a health technology provider), mengatakan bahwa dengan lebih banyak jenis proses teknologi maju, maka RS sistem kesehatan harus harus memastikan bahwa mereka memiliki keahlian yang tepat di tempat yang tepat. Beliau menambahkan bahwa kita tidak hanya perlu merangkul teknologi, tetapi kita juga perlu belajar bagaimana mendidik” dokter dan staf di seluruh rangkaian perawatan.
2½ tahun terakhir telah memberikan banyak kesempatan bagi pemimpin RS untuk mengeksplorasi kemungkinan solusi untuk tantangan operasional. O'Brien mengatakan bahwa pada fase awal pandemi, ketika Dartmouth Hitchcock menghadapi kekurangan alat tes COVID-19, para pemimpin di sana meminta laboratorium pusat medis untuk membuatnya sendiri. Setelah memulai membuat alat tes sendiri, dalam waktu yang sangat singkat, mereka telah berada dalam bisnis pembuatan tes secara default. Kondisi ini membuat RS tersebut tidak hanya membantu melayani pasiennya, tetapi membantu negara bagian New Hampshire terkait penyediaan alat test.
Ahmed mengatakan bahwa Cedars-Sinai telah membangun kembali teknologi untuk memantau alur kerja, pelacakan produk dan tingkat stok dengan lebih baik. Hood menambahkan bahwa penyedia layanan kesehatan yang menggunakan teknologi dan analitik berbasis cloud dapat membantu mereka menjadi lebih efisien dan tepat saat memikirkan masa depan.. Karena itu, disarankan untuk memikirkan tentang mendesain ulang manajemen rantai pasokan seperti sistem kontrol lalu lintas udara. Juga penting untuk mengatasi gangguan operasional: melalui kolaborasi dan komunikasi dengan jelas antara tim dan departemen di seluruh organisasi. Menurut Ahmed, yang paling penting adalah komunikasi internal dan eksternal, dan mengembangkan model-model itu secara internal yang disesuaikan, sehingga membantu manajemen dalam memusatkan perhatian mereka pada apa yang dikembangkan dalam kemitraan dengan tim untuk menghadapi masalah bisnis. Miles juga menambahkan bahwa transparansi mendasari segala sesuatu di bidang ini, tetapi dalam perawatan kesehatan, transparansi tampaknya belum menjadi sesuatu yang krusial. Hal ini terjadi, sebagian karena RS & sistem kesehatan memiliki struktur penetapan harga yang sangat kompleks yang belum terlihat. di industri lain. Menanggapi pendapat Miles, O'Brien juga setuju & mengatakan bahwa transparansi sangat penting untuk mengatasi tantangan yang mungkin terjadi saat ini.
[1] David Levine, Aug. 3, 2022,
How Hospitals Are Battling Shortages in Staffing, Supply-ChainTagged with: .,
a health technology provider,
Alat tes COVID-19,
Dartmouth Hitchcock Medical Center in New Hampshire,
Director of supply chain optimization at Cedars-Sinai,
dokter,
Healthcare supply chain product strategy for Oracle,
Industri RS,
Kolaborasi dan komunikasi,
Komunikasi internal dan eksternal,
Kreatif,
Los Angeles-based Cedars-Sinai Health System,
manajemen RS,
Meminimalkan turn over SDM,
Mengevaluasi,
Obat-obatan,
Pandemi COVID,
Pasien,
Pengelolaan Supply Chain,
peningkatan biaya,
persaingan,
sistem kesehatan,
Solusi,
Tantangan operasional,
Tekanan operasional,
Teknologi dan analitik berbasis cloud,
Teknologi maju,
Tenaga kerja,
US News & World Report