Browse By

BOS: MENGEDUKASI STAKEHOLDER UTAMA

Pendahuluan

Model bisnis yang tak tertandingi pun mungkin tidak cukup untuk menjamin sukses komersil dalam ide samudra biru (Blue Ocean Strategy). Karena model bisnis berbasis samudra biru dapat mengancam status quo dan bisa mengundang rasa takut dan resistensi dari tiga stakeholder utama sebuah perusahaan(karyawan, mitra bisnis, & khalayak umum), maka organisasi bisnis perlu mengatasi kekawatiran berbagai stakeholder tersebut.

Tulisan ini akan menjelaskan tentang cara organisasi bisnis mengatasi ketakutan-ketakutan stakeholder melalui edukasi terkait pengadopsian ide baru. Pembahasan dalam tulisan ini, tetap mengacu pada buku Renée Mauborgne & W. Chan Kim (2005) berjudul, "Blue Ocean Strategy (BOS)”.

Mengedukasi stakeholder utama sebelum memulai ide baru

Sebelum menggali dan menanamkan investasi pada ide baru, perusahaan pertama-tama harus mengatasi ketakutan-ketakutan para stakeholder dengan cara mengedukasi pihak-pihak yang cemas tersebut.

  1. Karyawan/Pegawai. Kegagalan untuk secara tepat menangani kepedulian karyawan terkait dampak yang ditimbulkan ide bisnis baru terhadap penghidupan mereka bisa berakibat fatal. Ketika manajemen Merrill Lynch, misalnya, mengumumkan rencana menciptakan layanan jasa pialang online, harga sahamnya turun 14% saat datang laporan-laporan adanya resistensi dan perlawanan dari dalam divisi pialang ritel besar perusahaan tersebut.

Sebelum perusahaan mempublikasikan idenya, mereka harus mengerahkan upaya terencana untuk mengomunikasikan kepada karyawan bahwa perusahaan menyadari ancaman yang ditebarkan oleh eksekusi ide tersebut. Perusahaan harus bekerja sama dengan karyawan untuk mencari cara mengatasi ancaman-ancaman tersebut, sehingga semua pihak dalam perusahaan diuntungkan, terlepas dari adanya pergeseran peranan, tanggung jawab, dan imbalan bagi orang-orang. Berkebalikan dengan Merrill Lynch, Morgan Stanley Dean Witter & Co. melibatkan karyawan dalam pembahasan internal terbuka terhadap strategi perusahaan dalam menghadapi tantangan internet. Upaya Morgan berbuah manis. Pasar menyadari bahwa karyawan memahami perlunya e-venture, saham perusahaan meroket 13% ketika perusahaan mengumumkan ventura tersebut.

  1. Mitra Bisnis. Hal yang secara potensial bisa lebih merusak dibandingkan ketidakpuasan karyawan adalah resistensi dari mitra yang takut bahwa arus pemasukan atau posisi pasar mereka terancam oleh ide bisnis baru. Ini masalah yang dihadapi SAP ketika sedang mengembangkan produknya AcceleratedSAP (ASAP), sebuah sistem peranti lunak perusahaan yang cepat implementasinya, sehingga berujung pada biaya yang murah. ASAP untuk pertama kalinya membuat peranti lunak aplikasi bisnis terjangkau oleh perusahaan kecil dan menengah. Masalahnya, pengembangan model praktik terbaik bagi ASAP menuntut kerja sama aktif dari perusahaan-perusahaan consulting besar yang mendapatkan penghasilan substansial dari implementasi jangka panjang dari produk-produk SAP lain. Akibatnya, perusahaan-perusahaan consulting itu tidak merasa termotivasi untuk menemukan cara tercepat dalam mengimplementasikan peranti lunak SAP.
Baca Juga:  TIGA CIRI STRATEGI YANG BAIK DALAM BLUE OCEAN STRATEGY

SAP memecahkan dilema ini dengan membahas isu-isu tersebut secara terbuka dengan mitranya. Para eksekutif SAP meyakinkan perusahaan-perusahaan konsultan tersebut bahwa mereka akan mendapatkan lebih dengan bekerja sama. Meskipun ASAP akan mengurangi waktu implementasi bagi perusahaan kecil & menengah, konsultan akan mendapatkan akses kepada basis klien baru yang akan menjadi kompensasi yang jauh lebih menggiurkan dibandingkan pemasukan yang hilang dari perusahaan-perusahaan besar. Sistem baru ini juga akan memberi konsultan cara menangani kepedulian konsumen yang semakin kritis bahwa peranti aplikasi bisnis membutuhkan waktu terlalu lama untuk diimplementasikan. '

  1. Khalayak Umum. Tentangan bagi ide bisnis baru juga bisa datang dari khalayak umum, terutama jika ide tersebut sangat baru & inovatif, sehingga mengancam norma-norma politik atau sosial yang mapan. Efeknya bisa sangat merusak. Lihat saja produsen makanan genetik Monsanto. Niat perusahaan ini dipertanyakan oleh konsumen Eropa, terutama karena upaya dari kelompok-kelompok pencinta lingkungan seperti Greenpeace, Friends of the Earth, & Soil Association. Serangan dari kelompok-kelompok ini bergema di benak banyak khalayak di Eropa, yang memiliki sejarah kepedulian lingkungan dan lobi-lobi pertanian yang kuat.

Kesalahan Monsanto adalah ketika ia membiarkan pihak-pihak lain menangani perdebatan yang ada. perusahaan ini seharusnya mengedukasi kelompok kelompok lingkungan & juga publik mengenai manfaat makanan genetik dan potensinya untuk menghapuskan kelaparan dan penyakit. Ketika produk produk itu keluar, Monsato harus memberikan konsumen pilihan antara makanan genetik dengan melebeli produk produk mana yang memiliki bibit genetik sebagai dasar. Jika Monsantio telah mengambil langkah langkah ini, alih alih dikecam, Monsanto mungkin bisa menjadi “Intel Inside”nya makanan untuk masa depan penyedia teknologi yang esensial.

Dalam mengedukasi ketiga kelompok stakeholder ini (karyawan, mitra, dan khalayak umum), tantangan utamanya adalah melakukan diskusi terbuka soal mengapa pengadopsian ide baru itu perlu. Anda perlu menjelaskan manfaatnya, membeberkan kemungkinan dampak-dampaknya, dan menggambarkan bagaimana perusahaan menangani dampak-dampak itu. Stakeholder harus tahu bahwa suara mereka didengarkan dan bahwa tidak akan ada kejutan. Perusahaan yang bersusah payah untuk mengadakan dialog semacam itu dengan stakeholder akan mendapati bahwa waktu dan tenaga yang dihabiskan itu berbuah manis.

Baca Juga:  BEBERAPA RINTANGAN DALAM MENGEKSEKUSI ”BLUE OCEAN STRATEGY”