TANTANGAN RS DALAM SISTEM PEMBAYARAN BERBASIS NILAI DI ERA BPJS KESEHATAN & CARA MENGATASINYA (Part 1)
Pendahuluan
Program JKN melalui BPJS Kesehatan secara tidak langsung mengubah model pembayaran bagi RS mitra. RS yang melayani pasien BPJS Kesehatan, secara otomatis akan mengalami pergantian model pembayaran. Model pembayaran/penggantian perawatan biaya berbasis nilai akan mengubah model tradisional yang telah terjadi dalam pemberian layanan kepada pasien pribadi. Hal ini akan menyebabkan FASKES (RS) mengubah cara mereka menagih perawatan. Bukan lagi dibayar dengan jumlah kunjungan dan tes yang mereka pesan (fee-for-service), tetapi didasarkan pada nilai perawatan yang mereka berikan.
Secara prinsip, RS akan lebih menguntungkan dengan sistem pembayaran fee for service, karena pembayaran dilakukan pasien setelah mendapatkan pelayanan. Bermitra dengan BPJS akan mendorong RS untuk memberikan pelayanan dengan lebih baik dengan biaya lebih rendah. Karena itu, kalau boleh memilih banyak RS yang lebih senang dengan model sebelumnya. Banyak tantangan yang dihadapi RS (keuangan, efesiensi, dll) setelah bermitra dengan BPJS Kesehatan. Tulisan ini akan mengungkap beberapa permaslaahan yang muncul dan bagaimana mengatasinya.
Transitioning to Value-based Payments: Three Key Challenges
Setelah bermitra dengan BPJS, RS dihadapkan dengan perpindahan biaya layanan, dari sistem fee for servie ke sistem yang didasarkan pada nilai. Hal ini adalah salah satu tantangan keuangan terbesar dalam sistem organisasi pelayanan kesehatan. Menurut Brown & Crapo (2014)[1], setidaknya terdapat tiga tantangan besar RS saat berpindah ke pembayaran berbasis nilai, yaitu; 1) Reconciling Value-Based Payments in a Fee-for-Service Environment, 2) Tracking a Wide Variety of Quality Measures, & 3)Optimizing Margins as Revenue Drops. Tiga permasalahan ini, akan dibahas dengan mengadopsi system yang berlaku di Indonesia.
- Reconciling Value-Based Payments in a Fee-for-Service Environment
Kontrak pembayaran berbasis nilai (yang dilakukan setelah RS bermitra dengan BPJS melalui tariff INA-CBG’s), masih dalam masa pertumbuhan dan sebagian besar disusun berdasarkan model Shared Savings. Pengaturan Shared Savings bervariasi, tetapi BPJS biasanya memberikan insentif kepada penyedia (RS) untuk mengurangi pengeluaran pada populasi pasien yang ditentukan, dengan menawarkan persentase dari setiap penghematan bersih.
Melacak kinerja dalam pengaturan semacam ini merupakan tantangan yang signifikan bagi organisasi pelayanan kesehatan, karena memerlukan pelacakan dua sistem pembayaran yang sangat berbeda secara bersamaan. Melacak penggantian share saving yang masuk pada akhir tahun membutuhkan sistem yang jauh lebih canggih dalam kemampuan akuntansinya. Karena bukan lagi menghitung semua pembayar dan semua pasien dengan cara yang sama. RS harus mengetahui setiap pasien dalam accountable care organization (ACO), layanan apa yang mereka dapatkan, dan berapa biayanya. Lingkungan ACO memerlukan pertanyaan penting, seperti, “Untuk setiap populasi pasien yang ditentukan, bagaimana kinerja keuangan kita dan bagaimana apabila dibandingkan dengan kontrak?” Kemampuan untuk mengukur kinerja pada tingkat ini akan membutuhkan teknologi informasi yang jauh lebih canggih.
- Tracking a Wide Variety of Quality Measures
Insentif dan pinalti dari layanan berbasis nilai bergantung pada ukuran kualitas. Model berbasis nilai mengharuskan penyedia ( FASKES) untuk membuktikan bahwa mereka memenuhi standar kualitas dan menguntungkan pasien sambil memotong biaya. Dalam konteks ini, FASKES memerlukan analisis canggih untuk membantu mereka mengukur kinerja keuangan dan kualitas untuk setiap populasi pasien. Jangan sampai penggantian mereka menjadi buruk. FASKES biasanya ingin tahu informasi ini di kuartal pertama, sehingga mereka dapat meningkatkan kinerja sebelum akhir tahun.
Untuk melakukan ini, mereka harus dapat mengukur kinerja secara berkelanjutan. Selain itu, apabila mereka tidak memenuhi standar kualitas, mereka harus dapat mengetahui penyebabnya: Apakah kinerja berbeda dengan fasilitas? Penyedia mana yang berkinerja terbaik dan apa yang bisa dipelajari dari mereka?
Menangani tingkat analisis kinerja untuk populasi pasien tunggal atau ukuran kualitas tunggal; berbeda dengan mempertimbangkan seberapa cepat jumlah tindakan harus dilacak oleh sistem kesehatan. Misalnya, seperti yang terjadi di AS, dimana melacak readmission selama 30 hari, merupakan area pengukuran kinerja yang kecil namun penting. Medicare di AS, telah meminta RS mitra untuk melacak tingkat readmission selama 30 hari untuk serangan jantung, gagal jantung, dan pasien pneumonia.
[1] Bobbi Brown, MBA & Jared Crapo, 2014, The Key to Transitioning from Fee-for-Service to Value-Based Reimbursement