Browse By

PREDIKSI TENTANG REVOLUSI KLINIS DI TAHUN 2023

Pendahuluan

Tren teknologi di prediksi akan memberikan dampak besar di tahun 2023. Karena itu, tulisan ini akan memaparkan salahsatu pendapat Wolters Kluwer terkait perluasan pengaturan klinis (karena tren tekhnologi) di tahun 2023. Pendapat Wolters tersebut dijelaskan dalam artikel di situs www.wolterskluwer.com.

Extending the clinical revolution beyond the office (www.wolterskluwer.com)

Mempertimbangkan tren saat ini, keadaan sisi klinis perawatan kesehatan mungkin tidak dapat dikenali pada akhir dekade ini, dan tahun 2023 kemungkinan besar akan menandai titik kritis dalam revolusi klinis tersebut. Hal tersebut akan terlihat dengan adanya perubahan dalam cara farmasi, telehealth, dan penelitian, dimasukkan ke dalam ekosistem perawatan. Pharmacy roles continue to expand Secara global, apoteker memainkan peran penting selama COVID-19. Hal ini dilakukan untuk mendukung pendidikan pasien dan memastikan pasokan obat-obatan yang tidak rutin tersimpan di RS. Teknisi farmasi juga menjadi sorotan, dimana mereka memberikan imunisasi massal dan mendapatkan visibilitas publik dalam pemberian obat dan intervensi, serta dalam pengujian di tempat perawatan dan pengumpulan spesimen. Annie Lambert, PharmD, BCSCP (Clinical Program Manager expects), berharap bahwa tren ini akan terlihat semakin cepat. Menurutnya, Apoteker dan teknisi farmasi seringkali merupakan penyedia layanan kesehatan yang paling mudah diakses di komunitasnya. Kedua peran tersebut akan terus mengalami evolusi dalam ruang lingkup praktik mereka untuk memasukkan perawatan pasien langsung yang akan meningkat di tahun mendatang. Pergeseran ini bertabrakan dengan retailification layanan kesehatan.Hasil dari perubahan tersebut adalah terdapat potensi lebih banyak terhadap fragmentasi klinis dan kebutuhan untuk mencegah silo yang muncul. Greg Samios (President & CEO of Clinical Effectiveness), melihat ini sebagai peluang untuk membangun lebih banyak keteraturan dalam perjalanan perawatan kesehatan pasien melalui teknologi. Menurut beliau, alat keputusan klinis yang mampu menjembatani kesenjangan antara pengaturan akan diperlukan untuk menghilangkan variabilitas perawatan, mengoordinasikan perawatan dengan lebih baik, dan memastikan satu sumber informasi berbasis bukti ada di setiap titik. Potensi perubahan ini akan didorong oleh peraturan dan pembatasan yang sebagian besar telah dilonggarkan selama darurat kesehatan masyarakat. Diharapkan bahwa pergeseran ini akan terus berlanjut saat model praktik farmasi baru muncul. Telehealth and health content advance to next level maturity Potensi telehealth dan telemedicine pasca-COVID senilai seperempat triliun dolar telah mendapatkan perhatian yang meningkat. Perhatian ini memicu gelombang pendatang baru dan inovasi. Tetapi energi baru ini perlu diimbangi dengan informasi klinis yang akurat dan penelitian berbasis bukti (evidence-based research/EBR). Munculnya telehealth dan telemedicine sebagai solusi utama telah meningkatkan pertanyaan seputar kualitas dan hasil perawatan virtual serta data yang mendasari pengambilan keputusan klinis. Di AS, Program Jaringan Telehealth Berbasis Bukti telah menunjukkan bagaimana telehealth dapat meningkatkan akses perawatan, serta untuk menilai efektivitas perawatan telehealth untuk pasien, penyedia, dan pembayar melalui basis bukti yang mapan. Karena entitas swasta dan publik terus mendanai studi penelitian telehealth dan bekerja untuk meningkatkan aksesibilitas, maka sangt diharapkan akan terlihat lebih banyak energi di balik telehealth berbasis bukti, menjawab pertanyaan seputar penargetan pasien, penggunaan remote teams, dan perbedaan antara telehealth yang ditawarkan sebagai pilihan vs digunakan untuk mengatasi masalah akses. Selain itu, perlu juga diawasi perbandingannya dengan perawatan langsung, terutama karena kondisi kronis terus menjadi beban utama sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia. Kesuksesan penerapan aplikasi dan penelitian klinis dalam telehealth, memerlukan koordinasi lintas pemain teknologi yang jumlahnya terus meningkat. Yaw Fellin (Vice President, Product and Solutions, Clinical Effectiveness stresses), menekankan bahwa menangani last mile perawatan virtual ini akan menjadi prioritas industri pada tahun 2023. Hal ini akan dimulai dengan fokus pada penskalaan standar perawatan berbasis bukti terbaru, untuk mendorong keselarasan di antara pemangku kepentingan, termasuk pengembang teknologi, pasien, dan penyedia. Praktik berbasis bukti (Evidence-based practice/EBP) memiliki tantangan tersendiri. Seiring meningkatnya tekanan untuk memasukkan EBP, sebagian besar organisasi akan merasa sulit untuk melaksanakan tujuan mereka secara konsisten dan efisien. Pemangku kepentingan dapat fokus pada kecerdasan buatan (AI) untuk menutup celah tersebut. Vikram Savkar (Senior Vice President & General Manager, Medicine Segment of Health Learning, Research & Practice), memprediksi bahwa pada tahun 2023, RS dan sistem kesehatan akan mencari solusi bertenaga AI yang mampu menstandarkan dan mempercepat proses penelitian EBP agar terjadi keberlanjutan perbaikan klinis & menjadi elemen inti dalam budaya RS. Patient communication will become more personalized and accessible Penyedia harus memperhatikan kebutuhan akan konten pendidikan yang disesuaikan dan inklusif untuk pasien di lingkungan perawatan kesehatan virtual dan tradisional. Jason Burum (General Manager, Provider Segment, Clinical Effectiveness), melihat munculnya gelombang baru konten digital yang dipersonalisasi untuk mendukung pasien menavigasi perjalanan kesehatan mereka sendiri. Beliau berharap bahwa pada tahun 2023 akan terlihat investasi dalam solusi penjangkauan yang dapat memberikan konten pendidikan yang lebih personal dan inklusif, serta lebih mencerminkan keragaman pasien dalam usia, jenis kelamin, ras, struktur keluarga, dan banyak lagi.
Baca Juga:  EFESIENSI PENGELOLAAN AKTIVA TETAP DI RS