PERUBAHAN PRILAKU KONSUMEN AKIBAT PANDEMI COVID-19 & PENGARUHNYA PADA RANTAI PASOKAN
Pendahuluan
Pandemi COVID-19, telah menimbulkan gangguan lintas industri yang besar, & menimbulkan pergeseran pada prilaku konsumen. Penutupan sejumlah toko, pengecer, dan perusahaan barang konsumen lainnya, menyebabkan penjualan beralih ke model e-commerce. Berbagai perubahan tersebut sangat mempengaruhi manajemen persediaan & logistik dalam beberapa cara. Karena itu, tulisan ini akan mengangkat hal terkait perubahan prilaku konsumen akibat pandemi & pengaruhnya pada rantai pasokan (suppl chain). Tulisan ini akan mengacu pada artikel di situs www.logistik-express.com.
Corona consumer behaviour (www.logistik-express.com)
Peter van Merode (vice president 3PL industry strategy, Blue Yonder), mengatakan bahwa mengingat skala besar dan kompleksitas yang terlibat, dapat dimengerti bahwa pandemi virus corona mempengaruhi manajemen persediaan & logistik dalam beberapa cara. Hal ini termasuk pergeseran perilaku konsumen, peningkatan perhatian pada makanan tradisional dan bahan makanan, operasi farmasi dan pelayanan kesehatan menjadi lebih penting dari sebelumnya dan kurang perhatian dari biasanya pada barang-barang yang tidak penting.
Dengan toko-toko tutup, pengecer fesyen dan perusahaan barang konsumen lainnya telah beralih dari penjualan ritel ke operasi yang berpusat pada e-commerce. Menurut Merode, hal ini mewakili perubahan dramatis dari bagaimana rantai pasokan dan tingkat persediaan dikelola secara tradisional dan tingkat persediaan dipertahankan. Secara keseluruhan, operator logistik harus siap untuk meningkatkan volume bahan makanan dan farmasi, baik langsung melalui toko maupun melalui e-commerce. Manajemen persediaan dapat mengurangi dampak pandemi bagi sejumlah industri dengan melakukan pengelolaan permintaan dan merekomendasikan cara untuk memenuhinya. Merode mengingatkan bahwa pengoptimalan persediaan yang sebenarnya hanya dapat terjadi jika bisnis memiliki visibilitas penuh atas rantai pasokan secara menyeluruh. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengambil informasi tentang virus corona & menggabungkannya dengan data rantai pasokan sehingga dapat dilakukan analisis terhadap potensi risiko. Hasil analisis terhadap potensi resiko, dapat membantu organisasi bisnis dalam menangani apa konsekuensinya, dan mengoptimalkan aliran persediaan, tingkat persediaan, serta kinerja pengiriman.
Dalam situasi seperti ini, bisnis logistik dapat mempertahankan operasinya dengan sukses dengan mempersiapkan setiap kemungkinan dalam rantai pasokan. Namun, bisnis logistik perlu memastikan bahwa mereka memiliki diagram alur yang jelas untuk setiap operasi. Jon Roberts (senior sales manager at Orderwise), mengatakan bawa jika ada item yang hilang dalam rantai pasokan, manajemen bisnis logistik dapat membuat keputusan tentang cara memperbaiki masalah dengan cepat tanpa menyebabkan kerusakan. Namun, keputusan tersebut harus didukung dengan perangkat lunak manajemen persediaan yang berkualitas. Karena, dengan perangkat lunak manajemen persediaan yang berkualitas akan memungkinkan bisnis dapat menganalisis seluruh gudang dan jaringan distribusinya, sehingga mereka dapat terus memantau persediaan dan melakukan perintah kerja dengan menggunakan glance information (informasi sekilas).
Roberts menambahkan bahwa memiliki visibilitas semacam ini akan menekankan gangguan apa pun sebelum terjadi bencana, dan pada akhirnya memberi operator logistik ”ruang bernapas” yang dibutuhkan untuk membuat keputusan bisnis yang terinformasi dan terkontrol selama masa yang penuh tantangan ini. Eric Carter (solutions architect at Indigo Software), mengatakan bahwa manajemen persediaan sangat penting selama krisis virus corona. Bagi banyak produsen, mereka harus dengan hati-hati menyeimbangkan biaya menyimpan stok dengan arus kas yang sangat ketat vs memiliki stok yang cukup untuk mengatasi permintaan yang meningkat. Menurut Carter, menggunakan sistem manajemen persediaan berarti bisnis mendapatkan informasi seakurat mungkin tentang stok barang yang tersedia untuk dijual.