PENYESUAIAN TEORI DAN MODEL MANAJEMEN STRATEGIS DENGAN ADANYA ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI)

Pendahuluan
Artificial Intelligence (AI) biasa diartikan sebagai kecerdasan buatan. Menurut Wikipedia, AI didefinisikan sebagai kecerdasan entitas ilmiah. Masih menurut Wikipedia, Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan kecerdasan buatan sebagai “kemampuan sistem untuk menafsirkan data eksternal dengan benar, untuk belajar dari data tersebut, dan menggunakan pembelajaran tersebut guna mencapai tujuan dan tugas tertentu melalui adaptasi yang fleksibel”. Sistem seperti ini umumnya dianggap komputer. Kecerdasan diciptakan dan dimasukkan ke dalam suatu mesin (komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan manusia.
Perkembangan AI saat ini, sangat mempengaruhi berbagai hal. Penggunannya dalam organisasi bisnis, mempengaruhi proses bisnis dan juga mengubah cara organisasi dijalankan. Bahkan saat ini, AI dengan cepat menjadi landasan bagaimana bisnis mengelola laba, sambil membuka aliran pendapatan baru. Dampaknya kemudian adalah mempengaruhi teori dan model manajemen yang selama ini mengatur bagaimana organisasi dijalankan.
Menurut Dhanrajani (2019)[1], dengan masuknya AI ke dalam arus utama bisnis, teori manajemen mungkin perlu dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan tepat. Walaupun konstruksi inti tetap sangat relevan, realitas AI akan membantu manajer dan pemimpin bisnis untuk menerapkannya secara lebih kontemporer pada beberapa teori dan model yang sedang dievaluasi ulang oleh AI. Dalam tulisannya, Dhanrajani (2019) kemudian mengungkapkan beberapa teori dan model manajemen yang akan terpengaruh dengan adanya AI, yaitu;
-
- Porter’s Five Forces,
- Elton Mayo’s Human Relations Theory,
- Total Quality Management (TQM).
Pada bagian akhir tulisannya, Dhanrajani menambahkan terkait The Future of Organizational Management. Keempat hal diatas akan dibahas berikut.
Porter’s Five Forces
Teori ini diajukan oleh Michael Porter pada tahun 1979, yang merupakan salah satu teori marquee dan evergreen dalam manajemen. Michael Porter menyarankan bahwa organisasi dalam mencari pemahaman tentang lingkungan pesaing perlu mempertimbangkan dampak dari lima perspektif dan bekerja untuk mengurangi risiko yang terkait: 1) ancaman pendatang baru, 2) ancaman pengganti, 3) kekuatan tawar menawar pelanggan, 4 ) kekuatan tawar-menawar pemasok dan 5) persaingan intra-industri. Konstruk teori ini adalah bahwa ketika bisnis perlu mengevaluasi daya saing (dalam hal ini, probabilitas keberhasilan) dalam bisnis atau industri, mereka harus tetap mempertimbangkan kelima hal yang menentukan daya tarik industri.
Masukkan AI dengan teori Porter, khususnya saat pendatang baru datang. Selama bertahun-tahun, AI dapat menjadi penggerak pemain lama dari posisi mereka di industri tradisional. Kita harus melihat bagaimana AI memicu pertumbuhan besar Amazon, yang telah mengganggu industri ritel tradisional. Amazon menggunakan AI dalam berbagai cara, mulai dari mengidentifikasi kemungkinan pembelian berikutnya hingga melakukan uji coba pengiriman berbasis drone. Tidak mengherankan saat Amazon tahun lalu mengumumkan bahwa ia akan memasuki industri pelayanan kesehatan, hal ini menyebabkan anjloknya harga saham perusahaan pelayanan kesehatan tradisional.
Lanjut pada artikel berikutnya.
[1] Sameer Dhanrajani, 2019, Reimagining Strategic Management Theories And Models With Artificial Intelligence