PEMBELAJARAN BAGI MANAJEMEN RS & PEMERINTAH, TERKAIT LAYANAN RS
Ceritra layanan RS
Pada tanggal 23 maret 2020, seorang pasien yang diduga appendiks ingin melakukan pemeriksaan USG di RS swasta. Hal ini dilakukan pasien untuk memastikan penyakitnya. Pasien ini sebenarnya merupakan pasien BPJS, tetapi tidak menggunakan fasilitas tersebut untuk melakukan pemeriksaan USG. Karena tidak membawa surat rujukan pemeriksaan USG, Admisi RS menyarankan pasien untuk masuk melalui poli penyakit dalam. Meski pasien sebenarnya meminta melalui poli umum (dokter umum), yang tentunya terkait dengan biaya. Alasan admisi RS adalah karena dokter umum sedang fokus penanganan korona.
Saat mendapatkan pemeriksaan di poli penyakit dalam, pasien mendapatkan layanan super cepat dari dokter. Bahkan, konsultasi berlangsung kurang dari 1 menit. Hal ini terjadi, mungkin saja karena pasien hanya meminta surat rujukan pemeriksaan USG. Namun kabarnya, dokter tersebut melayani pasien minimal 50 orang. Sebelum mendapatkan layanan dokter penyakit dalam, pasien mendapatkan layanan keperawatan (tensi, ukur berat, tinggi, dll). Padahal, pasien pernah mendapatkan layanan RS tersebut beberapa waktu lalu. Setelah mendapatkan surat rujukan, pasien menuju layanan radiologi untuk mendapatkan pemeriksaan USG. Namun petugas menginformasikan bahwa pelayanan USG sudah penuh karena dr spesialis radiologi hanya sampaii jam 10.30. WIB. Untungnya, pasien mengenal dr spesialis tersebut & ternyata telah janjian melalu chatting. Akhirnya, pasien dapat melakukan pemeriksaan USG.
Pembelajaran apa yang bisa diambil dari ceritra diatas?
Berdasarkan cerita terkait layanan RS kepada pasien diatas, terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan pembelajaran yang baik untuk menjadi bahan koreksi manajemen RS maupun pengambill kebijakan level daerah ataupun pusat.
- Ada kecendrungan RS sebagai penyebaban tinginya biaya layanan,
Pada ceritra diatas terjadi pengarahan tertentu oleh admin RS untuk mendapatkan layanan tambahan (seperti pemeriksaan poli penyakit dalam). Hal ini jelas membuat biaya yang harus dibayar pasien bertambah.
- Layanan keperawatan yang berulang,
Beberapa tindakan keperawatan yang ingin mengetahui informasi terkait data diri pasien, sebenarnya tidak harus dilakukan apabila pasien pernah mendapatkan layanan di RS tersebut. Data tinggi badan pasien dalam cerita diatas misalnya, seharusnya telah menjadi data based RS. Sehingga perawat tidak perlu melakukan pemeriksaan berulang.
- Terkait jumlah pasien dr spesialis
Apabila melihat dari jumlah pasien dokter spesialis tersebut, bisa dilihat dari 2 sisi, yaitu;
-
- Sisi manajemen RS,
Sebagai manusia biasa, seorang dokter perlu mempunyai stamina yang cukup agar mampu melakukan pemeriksaan medis dengan baik kepada pasiennya. Logikanya, semakin banyak pasien yang ditangani seorang dokter dalam sehari, maka akan mengurangi stamina dokter tersebut, dan bisa berakibat pada penurunan kualitas layanan medis yang diberikan.
Mengantisipasi hal tersebut, sudah selayaknya manajemen RS untuk mulai memikirkan SOP layanan medis dokter spesialis terkait dengan jumlah pasien yang dilayani dalam sehari.
-
- Sisi pemerintah:
Orientasi pelayanan secara maksimal kepada pasien sangat penting. Beberapa dokter telah membatasi jumlah pasien yang dilayani dalam sehari, namun masih ada dokter yang seolah-olah menargetkan jumlah pasien tertentu yang harus dilayani dalam sehari. Karena itu, pemerintah (daerah & pusat) melalui dinas terkait perlu memikirkan pembatasan layanan medis untuk setiap dokter dalam sehari. Hal ini penting untuk meminimalisasi human error, penurunan kualitas layanan, dll.
- Pasien dengan janjian.
Terkait dengan cerita diatas, dimana seorang pasien hampir tidak mendapatkan layanan USG, sangat menarik untuk dicermati. Dua hal berikut, dapat menjadi masukan bagi manajemen;
- Antar unit layanan yang tidak terhubung,
Dalam cerita diatas, tampak bahwa antara poli penyakit dalam dengan unit radiologi tidak terkoordinasi, dan terkesen tidak terhubung. Padahal dua unit tersebut merupakan bagian dari RS. Dalam kasus tersebut, seandainya pasien tidak mengenali & tidak janjian dengan dokter spesialis radiologi maka sangat mungkin pasien tersebut tidak mendapatkan pemeriksaan USG.
Mengantisipasi hal tersebut, manajemen RS sebaiknya mulai mengembangkan sistem terintegrasi antar unit layanan, baik dalam bentuk IT maupun manual.
-
- Alternatif membuka pemeriksaan radiolodi dengan perjanian (jika mungkin)
Apabila dimungkin secara aturan, manajemen RS bisa mulai memikirkan untuk mengembangkan layanan pemeriksaan radiologi (USG, dll), dengan perjanjian. Artinya, pasien tidak perlu melalui poli dan bisa langsung ke radiologi. Untuk pasien yang tidak membawa rujukan, bisa dibuatkan surat rujukan dari dokter umum (Jika mungkin, dr umum yang stay di radiologi), sehingga dapat langsung mendapatkan layanan radiologi.