EKSEKUSI STRATEGI DALAM BOS: MENDOBRAK RINTANGAN KOGNITIF
Pendahuluan
Empat rintangan yang membatasi kemampuan manajer dalam mengeksekusi strategi samudra biru, yaitu: rintangan kognitif, rintangan sumber daya yang meluas, rintangan motivasional, serta rintangan politis. Pada tulisan ini akan membahas tentang bagaimana mendobrak rintangan kognitif dalam mengksekusi strategi. Pembahasan dalam tulisan ini tetap mengacu pada buku Renée Mauborgne & W. Chan Kim (2005) berjudul, Blue Ocean Strategy(BOS).
Mendobrak rintangan kognitif
Pada banyak transformasi perusahaan dan upaya turnaround (penjungkir-balikan keadaan), pertempuran tersulit adalah membuat orang menyadari perlunya pergeseran strategis dan perlunya menyepakati tujuan pergeseran tersebut. Kebanyakan CEO akan berusaha menekankan pentingnya perubahan hanya dengan menunjuk angka-angka dan bersikeras bahwa perusahaan sudah siap untuk mencapai hasil lebih baik, dengan hanya ada dua alternatif kinerja yaitu: mencetak target-target kinerja atau melampaui target-target tersebut.”
Tetapi, sebagaimana kita semua tahu, angka-angka bisa dimanipulasi. Bersikeras pada tujuan-tujuan yang berlebihan bisa mendorong penyimpangan dalam proses penganggaran. Akibatnya, ini akan menciptakan permusuhan dan kecurigaan di antara bagian-bagian organisasi. Sekalipun angka-angka tidak dimanipulasi, angka-angka itu bisa menyesatkan. Tenaga wiraniaga yang mendapatkan komisi, misalnya, jarang peduli dengan biaya dari penjualan yang mereka hasilkan. Selain itu, pesan-pesan yang dikomunikasikan lewat angka jarang berkesan di benak orang. Perlunya perubahan terkesan abstrak dan terpisah dari alam para manajer lini, yang merupakan orang-orang yang perlu dibujuk oleh CEO. Para manajer yang merasa unit mereka bekerja baik menganggap kritik tidak diarahkan kepada mereka, masalahnya ada pada manajemen atas, Sementara itu, manajer-manajer dari unit berkinerja-buruk merasa mereka sedang diawasi. Dan, orang-orang yang mencemaskan keamanan pekerjaan mereka cenderung mencari pekerjaan baru daripada berusaha memecahkan masalah perusahaan.
Kepemimpinan tipping point tidak mengandalkan angka-angka untuk mendobrak rintangan kognitif organisasi. Untuk merobohkan rintangan kognitif, para pemimpin tipping point seperti Bratton memberi perhatian pada aksi dari pengaruh tak proporsional. Sehingga, membuat orang melihat dan mengalami realitas yang keras secara langsung. Penelitian dalam neurosains dan sains kognitif menunjukkan bahwa orang mengingat dan merespons paling efektif pada apa yang mereka lihat dan percayai (Melihat dulu baru percaya/seeing is believing). Dalam ranah pengalaman, rangsangan positif memperkuat perilaku, sedangkan rangsangan negatif mengubah sikap dan perilaku. Sebagai contoh sederhana, jika seorang anak mencelupkan jari di es krim dan mengecapnya, maka semakin enak rasanya semakin ia akan mencicipinya berulang-ulang. Tidak diperlukan nasihat orangtua untuk mendorong perilaku ini. Di sisi lain, setelah seorang anak meletakkan jarinya di kompor yang sedang menyala, ia tidak akan pernah melakukannya lagi. Setelah pengalaman negatif, anak akan mengubah perilakunya sendiri, sekali lagi, nasihat orangtua tidak diperlukan. Akan tetapi, pengalaman yang tidak melibatkan proses menyentuh, melihat, atau merasakan hasil-hasil aktual, seperti diberi lembaran abstrak berisi angka-angka, terbukti tidak memiliki dampak dan gampang dilupakan.