Pendahuluan

Pelaporan biaya atas layanan pasien Medicare yang menderita COVID-19, merupakan suatu keharusan bagi organisasi pelayanan kesehatan selama pemberlakukan darurat kesehatan masyarakat (public health emergency/PHE) di AS. Terkait hal tersebut, Nichols, (2021)[1], membeberkan 12 hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam menyajikan laporan biaya. Tulisan ini akan mengangkat item 9-11 (dari 12 item) yang disebutkan Nichols, yaitu: Record keeping, Group purchasing organization (GPO) prohibition, & Audit.

Record keeping

Health Resources & Services Administration (HRSA) mengungkapkan bahwa bahwa catatan kesehatan pasien dapat disingkat dan dapat menyajikan lebih sedikit informasi daripada yang diperlukan sebelumnya. Misalnya, kartu asuransi, identifikasi foto, dan riwayat medis terperinci mungkin tidak tersedia selama public health emergency (PHE). Selain itu, dengan pemahaman bahwa penyedia sukarelawan mungkin memberikan layanan selama PHE, HRSA mengharapkan entitas yang tercakup untuk mempertahankan:

• Dokumentasi untuk mengonfirmasi hubungan antara penyedia dan entitas yang dilindungi,
• Tanggung jawab untuk perawatan pasien,
• Kepatuhan terhadap definisi pasien entitas yang ditanggung

Group purchasing organization (GPO) prohibition

HRSA melonggarkan larangan GPO. Entitas yang ditanggung RS yang tunduk pada larangan GPO tidak boleh menggunakan GPO untuk obat rawat jalan yang ditanggung. Namun, selama PHE, HRSA menyatakan bahwa jika RS tidak dapat membeli obat rawat jalan yang ditanggung dengan harga tertinggi, entitas yang ditanggung harus terlebih dahulu mencoba untuk mendapatkan obat dengan biaya perolehan grosir (wholesale acquisition cost/WAC). Jika RS tidak dapat membeli produk di WAC karena kekurangan, RS dapat menggunakan GPO (atau produk private label GPO). Atas tindakan ini, RS tidak perlu melaporkan informasi ini ke HRSA. Namun, HRSA mengharapkan bahwa entitas yang tercakup untuk menyimpan catatan peristiwa ini dan terus memelihara catatan yang dapat diaudit.

Audit.